Minggu, 25 Januari 2015

SUBJEK PENDIDIKAN ISLAM

A.    Pengertian Subjek Pendidikan

Subjek pendidikan adalah orang ataupun kelompok yang bertanggung jawab dalam memberikan pendidikan, sehingga materi yang diajarkan atau yang disampaikan dapat dipahami oleh objek pendidikan.
Subjek pendidikan yang dipahami kebanyakan para ahli pendidikan adalah orang tua, guru-guru di institusi formal (disekolah) maupun non formal dan lingkungan masyarakat, sedangkan pendidikan pertama (tarbiyatul awwal) yang kita pahami selama ini adalah rumah tangga (orang tua).Sebagai seorang muslim kita harus menyatakan bahwa pendidik pertama manusia adalah Allah dan yang kedua adalah Rasulullah.[1]
Kita dapat membedakan pendidik itu menjadi dua kategori yaitu:
1.      Pendidik menurut kodrat, yaitu orang tua
Orang tua sebagai pendidik menurut kodrat adalah pendidik pertama dan utama, karena secara kodrat anak manusia dilahirkan oleh orang tuanya (ibunya) dalam keadaan tidak berdayam hanya dengan pertolongan dan layanan orang tua (terutama ibu) bayi (anak manusia) itu dapat hidup dan berkembang semakin dewasa. Hubungan orang tua dengan anaknya dalam hubungan edukatif, mengandung dua unsur dasar, yaitu:
a.       Unsur kasih sayang pendidik terhadap anak.
b.      Unsur kesadaran dan tanggung jawab dari pendidik untuk menuntun perkembangan anak.
2.      Pendidik menurut jabatan, yaitu guru.
Guru adalah pendidik kedua setelah orang tua. Mereka tidak bisa disebut secara wajar dan alamiah menjadi pendidik,  karena mereka mendapat tugas dari orang tua, sebagai pengganti orang tua. Mereka menjadi pendidik karena profesinya menjadi pendidik, guru di sekolah misalnya.
Dalam Undang-undang Nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen, guru adalah pendidk profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik, pada pendidikan anak usia dini, jalur pendidikan formanl, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Guru berfungsi sebagai pendidik di samping sebagai pengajar. Guru membentuk sikap siswa, bahwa guru menjadi contoh atau teladan bagi siswa-siswanya. Hal itu tidak mungkin kalau guru hanya bertuigas mengajar saja.[2]
Adapun untuk syarat sebagai seorang pendidik adalah sebagai berikut :
a.         Syarat fisik
Seorang pendidik harus berbadan sehat, tidak memiliki penyakit yang mungkin akan mengganggu pekerjaannya. Seperti penyakit menular.
b.         Syarat psikis
Seorang pendidik harus sehat jiwanya (rohani)nya, tidak mengalami gangguan jiwa, stabil emosi, sabar, ramah , penyayang, berani atas kebenaran, mempunyai jiwa pengabdian, bertanggung jawab dan memiliki sifat-sifat positif yang lainnya.
c.         Syarat keagamaan
Seorang pendidik harus seorang yang beragama dan mengamalkan agamanya. Disamping itu dia menjadi figur dalam segala aspek kepribadiannya. Sebagaimana firman Allah dalam surah an-Nahal (16): 43-44
Artinya: Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki yang Kami beri wahyu kepada mereka; Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan[Yakni: orang-orang yang mempunyai pengetahuan tentang Nabi dan kitab-kitab] jika kamu tidak mengetahui. Keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab. dan Kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka[Yakni: perintah-perintah, larangan-larangan, aturan dan lain-lain yang terdapat dalam Al Quran] dan supaya mereka memikirkan.
d.        Syarat teknis
Seorang pendidik harus memiliki ijazah sebagai bukti kelayakan pendidik menjadi seorang guru.
e.         Syarat Pedagogis
Seorang pendidik harus menguasai metode pengajaran, menguasai materi yang akan diajarkan, dan ilmu lain yang mendukung ilmu yang dia ajarkan.
f.          Syarat administrative
Syarat pendidik harus diangkat oleh pemerintah, yayasan atau lembaga lain yang berwenang mengangkat guru. Sehingga ia diberi tugas untuk mendidik dan mengajar. Dan dia benar-benar mengabdikan dirinya sepenuh hati dalam provesinya sebagai gurun.
 Semua ketentuan tentang pendidik di atas, itu hanya terbatas pada kriteria pendidik dalam dunia pendidikan, karena itu cakupannya lebih sempit dan terbatas. Untuk melengkapi kriteria subjek pendidikan dalam arti yang luas, berikut akan dipaparkan.
B.     Subjek Pendidikan Perspektif Tafsir Ayat-Ayat Al-Qur’an
1.      Tafsir Surah Ar-Rahman ayat 1-4
ß`»oH÷q§9$# ÇÊÈ   zN¯=tæ tb#uäöà)ø9$# ÇËÈ   šYn=y{ z`»|¡SM}$# ÇÌÈ   çmyJ¯=tã tb$ut6ø9$# ÇÍÈ  
“(tuhan) yang Maha pemurah, yang telah mengajarkan Al Quran. Dia menciptakan manusia. mengajarnya pandai berbicara.” (QS.Ar-Rahman [55] : 1-4)
Pada surah ar-Rahman ayat 1-4 ditegaskan disini bahwa yang menjadi subjek pendidikan adalah seorang manusia yang merupakan makhluk ciptaan Allah yang paling sempurna karena diberikan olehnya sesuatu yang tidak ia berikan kepada makhluk ciptaannya yang lain yakni akal yang mengangkat derajat manusia sehingga manusialah yang berhak menjadi subjek pendidikan baik bagi sesama ataupun bagi makhluk ciptaan Allah yang lainnya.
Surah Ar-rahman terdiri dari 78 ayat, surah ini termasuk ke dalam surah Madaniyah. Dinamankan Ar-Rahman yang berarti Yang Maha Pemurah berasal dari kata Ar-Rahman yang terdapat pada ayat pertama surah ini. Ar-rahman merupakan satu dari sekian nama Allah SWT, sebagian besar dari surah ini menerangkan kepemurahan Allah SWT kepada hamba-hamba-Nya, yaitu dengan memberikan nikmat-nikmat yang tak terhingga baik di dunia maupun di akhirat kelak.[3]
Selain itu ayat ini juga menjelaskan tentang bagaimana Allah dalam sifatnya Yang Maha Kasih Sayang telah mengajarkan Al-Qur’an kepada Nabi Muhammad saw. untuk kemudian dijadikan landasan utama bagi kaum muslimin dalam mengarungi kehidupan di dunia. Sebagaimana dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Malik dalam kitab Muwaththa :
Aku telah meninggalkan 2 perkara untuk kalian, kalian tidak akan sesat selama berpegang teguh kepada keduanya, yakni kitabullah (Al-Quran) dan sunnah Nabi-Nya.
Dalam konteks ayat ini, kata Ar-rahman juga dapat ditambahkan bahwa kaum musyrikin Mekah tidak mengenal siapa Ar-Rahman sebagaimana pengakuan mereka yang direkam oleh Q.S Al-Furqan 25 :60. Dimulainya surah ini dengan kata tersebut bertujuan juga mengundang rasa ingin tahu mereka dengan harapan akan tergugah untuk mengakui nikmat – nikmat dan beriman kepada Nya.[4]
Kata ‘Al-lama atau mengajarkan memerlukan objek. Banyak ulama yang mengatakan bahwa yang dimaksud objek disini adalah Al-insan atau manusia. Malaikat jibril yang menerima wahyu dari Allah yang berupa Al-qur’an untuk disampaikan kepada nabi Muhammad Saw, disampaikan oleh beliau kepada nabi, malaikat jibril tidak akan mungkin mengajarkannya kepada nabi kalau sebelumnya tidak mendapat pengajaran kepada Allah.
   Al-Hasan berkata kata Al-Bayan berarti berbicara, karena konteks Al-qur’an berada dalam pengajaran Allah yaitu cara membacanya, hal ini berlangsung dengan cara memudahkan pengucapan artikulasi serta memudahkan keluarnya huruf melalui jalanya masing-masing dari tenggorokan, lidah dan dua bibir sesuai dengan keragaman artikulasi sesuai dengan jenis hurufnya.[5]
Sedangkan menurut Thabathaba’i, kata bayan berarti jelas, yang dimaksud disini dalam arti potensi mengungkap yakni kalam atau ucapan yang dengannya dapat terungkap apa yang terdapat dalam benak. Menurutnya tidaklah dapat terwujud kehidupan bermasyarakat manusia, tidak juga mahluk ini dapat mencapai kemajuan yang mengagumkan dalam kehidupan kecuali dengan kesadaran tentang al-kalam atau pembicaraan itu sendiri, karena dengan demikian dia telah membuka pintu untuk memeroleh dan memberi pemahaman, tanpa itu manusia akan sama saja dengan binatang dalam hal ketidakmampuannya mengubah wajah kehidupan dunia ini.[6]
Adapun kaitan ayat ini dengan subjek pendidikan adalah sebagai berikut :
a.    Kata Ar-rahman menunjukan bahwa sifat-sifat pendidik adalah murah hati, penyayang dan lemah lembut, santun dan berakhlak mulia kepada anak didiknya dan siapa saja (kompetensi personal).
b.   Seorang guru hendaknya memiliki kompetensi pedagogis yang baik sebagaimana Allah mengajarkan Al-Qur’an kepada nabi-Nya.
c.    Al-Qur’an menunjukkan sebagai materi yang diberikan kepada anak didik adalah kebenaran/ilmu dari Allah (kompetensi professional).
d.   Keberhasilan pendidik adalah ketika anak didik mampu menerima dan mengembangkan ilmu yang diberikan, sehingga anak didik menjadi generasi yang memiliki kecerdasan spiritual dan kecerdasan intelektual.[7]

2.      Tafsir Surah An-Najm ayat 4-6
¼çmuH©>tã ߃Ïx© 3uqà)ø9$# ÇÎÈ   rèŒ ;o§ÏB 3uqtGó$$sù ÇÏÈ  
“Yang diajarkan kepadanya oleh (Jibril) yang sangat kuat. Yang mempunyai akal yang cerdas; dan (Jibril itu) Menampakkan diri dengan rupa yang asli.”
(QS.An-Najm:5-6)
Surah An-Najm termasuk kedalam surah Makiyah, jumlah ayatnya terdiri dari 62 ayat. Surah ini diturunkan sesudah surah Al-Ikhlas. Nama An-Najm yang berarti bintang, diambil dari perkataan An-Najm yang terdapat pada ayat pertama surah ini. Menurut keterangan yang shahih, surah An-Najm ini surah yang pertama kali dikemukakan oleh Rosulullah saw.[8]
Pada surah An-Najm ini ditegaskanya klasifikasi seorang pendidik atau siapa saja yang berkompeten menjadi subjek pendidikan yakni seperti yang tersurah dalam ayat ini adalah seperti halnya seorang malaikat jibril yang mana beliau digambarkan sebagai berikut:
a.    Sangat kuat, maksudnya memiliki fisik dan psikis yang matang dan mampu memecahkan masalah.
b.   Mempunyai akal yang cerdas, yakni seorang pendidik haruslah memiliki akal yang mumpuni dalam bidangnya yakni berkompeten dalam mengajarkan apa yang diajarkannya sebagai seorang subyek pendidikan.
c.    Menampakan dengan rupanya yang asli, yakni seorang subyek pendidikan hendaklah bersikap wajar yang tidak melebih-lebihkan segala sesuatu baik dari dirinya maupun apa yang dilakoninya dalam bidangnya.
Sedangkan dalam tafsir Al-Qurtubi dijelaskan bahwa seluruh mufassir mengatakan شديد القوى  adalah malaikat Jibril, kecuali Al-Hasan, ia menyatakan bahwa شديد القوى    adalah Allah saw. Adapun kalimat ذومرة  berarti memiliki kekuatan dan kecerdasan atau wawasan luas. Demikian pula yang dinyatakan oleh Ibnu Katsir. Dengan merujuk kepada pendapat jumhur mufassir, ayat ini berbicara tentang malaikat Jibril yang menjadi guru besar nabi Muhammad saw. terlepas dari perbedaan mengenai figur yang disebut pada ayat 5, seluruh mufassir sepakat bahwa figur yang dimaksud bersifat memiliki kekuatan dalam segala dimensinya serta kecerdasan khusus. Dengan demikian, makna pendidikan dalam ayat ini adalah bahwa seorang pendidik seyogyanya merupakan sosok yang kuat, baik dari segi fisik, mental, ekonomi, maupun intelektual.[9]

3.      Tafsir Surah An-Nahl ayat 43-44
!$tBur $uZù=yör& ÆÏB y7Î=ö6s% žwÎ) Zw%y`Í ûÓÇrqœR öNÍköŽs9Î) 4 (#þqè=t«ó¡sù Ÿ@÷dr& ̍ø.Ïe%!$# bÎ) óOçGYä. Ÿw tbqçHs>÷ès? ÇÍÌÈ   ÏM»uZÉit7ø9$$Î/ ̍ç/9$#ur 3 !$uZø9tRr&ur y7øs9Î) tò2Ïe%!$# tûÎiüt7çFÏ9 Ĩ$¨Z=Ï9 $tB tAÌhçR öNÍköŽs9Î) öNßg¯=yès9ur šcr㍩3xÿtGtƒ ÇÍÍÈ
”Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki yang Kami beri wahyu kepada mereka; Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan[10], jika kamu tidak mengetahui, keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab. dan Kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka[11], dan supaya mereka memikirkan”[QS.An-Nahl:43-44)
Surah An-Nahl adalah surah ke-16 dalam Al-Qur’an. Surah ini terdiri dari 128 ayat dan termasuk surah makiyyah. Surah ini dinamakan An-Nahl yang berarti lebah, karena didalamnya terdapat firman Allah SWT, yaitu pada ayat 68 yang artinya : ”Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah”. Lebah adalah makhluk Allah yang banyak memberi manfaat dan kenikmatan kepada manusia. Ada persamaan antara madu yang dihasilkan oleh lebah dengan Al-Qur’an Al-Karim. Madu berasal dari bermacam-macam sari bunga dan dia menjadi obat bagi bermacam-macam penyakit manusia.[12] Sedang Al-Qur’an mengandung inti sari dari kitab-kitab yang telah diturunkan kepada nabi-nabi zaman dahulu ditambah dengan ajaran-ajaran yang diperlukan oleh semua bangsa sepanjang masa untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Surah ini dinamakan pula An-Ni’am artinya nikmat-nikmat, karena didalamnya Allah menyebutkan berbagai macam kenikmatan yang diperuntukan hamba-hambanya.[13]
Penyebutan anugerah Allah kepada nabi Muhammad secara khusus dan bahwa yang dianugerahkan-Nya itu adalah adz-dzikr mengesankan perbedaan kedudukan beliau dengan para nabi dan para rasul sebelumnya. Dalam konteks ini nabi Muhammad saw bersabda :
”Tidak seorang nabi pun kecuali telah dianugerahkan Allah apa (bukti-bukti indrawi) yang menjadikan manusia percaya padanya. Dan sesungguhnya aku dianugerahi wahyu (Al-Qur’an) yang bersifat immaterial dan kekal sepanjang masa, akan aku mengharap menjadi yang paling banyak pengikutnya dihari kemudian”. (HR.Bukhari).
Adapun dalam tafsir Jalalain dijelaskan bahwa kata أهل الذكر  ditafsirkan sebagai العلماء بالتوراة والانجيل  (para ulama yang memahami kitab Taurat dan kitab Injil). Ibnu Katsir menjelaskan hal yang senada bahwa yang dimaksud dengan ahludz dzikr adalah ahli kitab sebelum Muhammad saw.
Sementara itu, kaitannya dengan subjek pendidikan pada ayat tersebut adalah bahwa seorang guru dalam perannya sebagai ahli al-dzikr selain berfungsi sebagai orang yang mengingatkan para peserta didik dari berbuat yang melanggar larangan Allah dan rasul-Nya, juga sebagai seorang yang mendalami ajaran-ajaran yang berasal dari Tuhan yang terdapat dalam berbagai kitab yang pernah diturunkan-Nya kepada para nabi dan rasul-Nya dari sejak dahulu kala hingga sekarang. Sebagai ahli al-dzikr ia dapat mencari titik persamaan antara ajaran yang terdapat didalam berbagai kitab tersebut untuk diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.[14]
Selain itu surah an-Nahl menerangkan bahwa Allah Swt mengutus utusannya dengan terlebih dahulu memberikannya wahyu kepada utusannya, ini dikarenakan agar segala bentuk pertanyaan yang mungkin diajukan kepada utusannya dapat dijawab dan dipecahkan sesuai dengan apa yang dimaksudkan oleh Allah dan tidak mungkin terjadi kedzaliman dalam hal ini.
Di karenakan semua jawaban yang diberikan oleh utusannya adalah datang dari tuhan, oleh karena itu, sebagai subyek pendidikan yang merupakan salah satu sumber pendidikan hendaklah memiliki segala pengetahuan yang sesuai dengan kaidah ilmu pengetahuan itu sendiri. Yakni sebagai seorang pendidik hendaklah mempersiapkan segala sesuatu sebelum mengadakan proses pembelajaran yang mana jikalau terdapat kasus-kasus pendidik dapat menyelesaikan apa yang muncul didalam proses pembelajaran. Maka tidak salah jika salah satu syarat sebagai seorang pendidik adalah memiliki kecerdasan pikiran mental dan juga spiritual yang digambarkan pada ayat ini.

4.      Tafsir Surah Al-Kahfi ayat 66
tA$s% ¼çms9 4ÓyqãB ö@yd y7ãèÎ7¨?r& #n?tã br& Ç`yJÏk=yèè? $£JÏB |MôJÏk=ãã #Yô©â ÇÏÏÈ  
“Musa berkata kepada Khidhr: "Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu?" (QS.Al-Kahfi:66)
Surah Al-Kahfi artinya gua, disebut juga surah Ashab Al-Kahfi yaitu surah ke-18 dalam Al-Qur’an. Surah ini terdiri dari 110 ayat dan termasuk kedalam surah Makiyah. Dinamai Al-Kahfi dan Ashabul Kahfi yang artinya Penghuni-Penghuni Gua. Kedua nama ini diambil dari cerita yang terdapat dalam surah ini pada ayat 9 sampai dengan 26, tentang beberapa orang pemuda yang tidur dalam gua bertahun-tahun lamanya. Selain cerita tersebut, terdapat pula beberapa buah cerita dalam surah ini, yang kesemuanya mengandung pelajaran-pelajaran yang sangat berguna bagi kehidupan umat manusia.
Menurut Quraish Shihab, ayat ini menjelaskan tentang ucapan nabi Musa terhadap nabi Khidhir yang sangat halus. Beliau tidak menuntut untuk diajar tetapi permintaanya diajukan dalam bentuk pertanyaan, “Bolehkah aku mengikutimu?”. Selanjutnya, beliau menamai pengajaran yang diharapkannya itu sebagai ikutan, yakni beliau menjadikan diri beliau sebagai pengikut dan pelajar. Beliau juga menggaris bawahi kegunaan pengajaran itu untuk dirinya secara pribadi, yakni untuk menjadi petunjuk baginya. Disisi lain, beliau mengisyaratkan keluasan ilmu hamba yang shaleh itu sehingga nabi Musa mengharap kiranya dia mengajarkan sebagian dari apa yang telah diajarkan kepadanya. Dalam konteks itu nabi Musa tidak menyatakan “Apa yang engkau ketahui wahai hamba Allah” karena beliau sepenuhnya sadar bahwa ilmu pastilah bersumber dari satu sumber, yakni Allah Yang Maha Mengetahui. Memang, nabi Musa dalam ucapannya itu tidak menyebut nama Allah sebagai sumber pengajaran karena hal tersebut telah merupakan aksioma bagi manusia beriman.
Disisi lain, disini kita menemukan hamba yang shaleh itu juga penuh dengan tata karma. Beliau langsung tidak menolak permintaan nabi Musa, tetapi menyampaikan penilaiannya bahwa nabi agung itu tidak akan bersabar mengikutinya sambil menyampaikan alas an yang sungguh logis dan tidak menyinggung perasaan ketidak sabaran tersebut.
Berdasarkan ayat diatas menunjukan bahwa interaksi yang terjadi antara guru dan murit harus berlangsung dalam suasana saling menghargai/menghormati. Sikap ini seperti yang ditunjukan oleh nabi Musa kepada nabi Khidhir merupakan cerminan dari kesabaran dan sikap lapang dada dalam memberikan bimbingan/pengajaran kepada muritnya
Dengan demikian, seorang pendidik harus memiliki kompetensi akhlak dan kepribadian yang luhur dalam proses pembelajaran. Diantaranya adalah dengan memiliki sikap sabar dalam menghadapi perilaku peserta didiknya. Jika sikap seperti ini dapat diterapkan dalam proses pembelajaran, maka akan tercipta suasana yang kondusif terhadap upaya memperoleh hasil belajar yang berkualitas baik.
Pada surah al-Kahfi ayat 66 ini menjelaskan bahwa subjek pendidikan bisa siapa saja yang berkompeten di dalam bidangnya tanpa terkecuali dan tanpa pandang bulu seperti pada ayat ini, ketika nabi Musa berguru kepada Khidir walaupun Khidir merupakan salah satu nabi sedangkan Musa merupakan nabi dan rasul tetapi Allah menyuruhnya untuk berguru atau menuntut ilmu kepada Khaidir dikarenakan Khaidir merupakan orang yang berkompeten dalam rangka mengajarkan Musa. Jadi sebagai seorang pendidik atau sebagai subjek pendidikan hendaklah menguasai seluk beluk bidang yang digelutinya dalam hal yang akan diajarkannya kepada peserta didik.
Adapun sikap yang harus dimiliki oleh seorang pendidik adalah sebagai berikut :
a.   Mengajarkan dan mempraktikkan etika islam.
b.   Menghiasi wajahnya dengan senyum.
c.   Menggunakan kata-kata yang baik dan bijak.
d.  Memperingatkan anak didiknya ketika melakukan kesalahan.
e.   Menjawab pertanyaan anak didiknya.
f.    Menjaga kebersihan diri dan pakaiannya.
Berdasarkan pemaparan diatas, seorang pendidik harus menyadari betul keagungan profesinya. Ia harus menghiasi dirinya dengan akhlak yang mulia dan menjauhi semua akhlak yang tercela. Ia tidak boleh kikir dalam menyampaikan pengetahuannya dan menganggap remeh semua masalah yang merintangi, sehingga mampu mencapai target dan misinya dalam melakukan sistem pendidikan. Sikap seperti ini akan mampu mendorong seorang pendidik untuk melakukan hal-hal besar dalam menjalani profesinya demi mendapatkan hasil yang maksimal baik anak didiknya.



[2] Fuad Ihsan, Dasar-dasar Kependidikan,(Jakarta : Rineka Cipta), hlm. 8
[3] Ahmad Izzan, Tafsir Pendidikan Studi Ayat-Ayat Berdimensi Pendidikan, PAM Press, Banten, 2012, hal.201
[4] Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Tafsir Al Qur’anul Majid An Nuur, (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2000), hlm. 405
[5] Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin Ishaq Alu Syaikh, Lubabut Tafsir min Ibni Katsiir,Terj. M. Abdul Ghofar dan Abu Ihsan Al-Atsari, (Pustaka Imam Syafii,2008), cet. 1. Hlm. 229-230
[6] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah,jilid 13, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), cet. 3, hlm. 278
[7] Ahmad Izzan, Tafsir Pendidikan Studi Ayat-Ayat Berdimensi Pendidikan, PAM Press, Banten, 2012, hal.203
[8] Ibid hal.203
[9] Ahmad Izzan, Tafsir Pendidikan Studi Ayat-Ayat Berdimensi Pendidikan, PAM Press, Banten, 2012, hal.204
[10] Yakni: orang-orang yang mempunyai pengetahuan tentang Nabi dan kitab-kitab.
[11] Yakni: perintah-perintah, larangan-larangan, aturan dan lain-lain yang terdapat dalam Al Quran
[12] Untuk lebih jelas lihat dalam ayat 69
[13] Ahmad Izzan, Tafsir Pendidikan Studi Ayat-Ayat Berdimensi Pendidikan, PAM Press, Banten, 2012, hal.204
[14] Ibid hal.207

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cenna dan Limfoma

   13 Sya'ban 1436H - 12 Sya'ban 1445H Hari ahad kliwon 13 Sya'ban 1436 H atau 31 Mei 2015 anak pertama ku Muhammad Avicenna Suj...