Rabu, 06 Februari 2013

Moral dan figuritas


Allah swt, menciptakan manusia tidak hanya sekedar berupa materi (badan, organ, makanan, dll), tapi Allah swt juga menciptakan ruh dan akal untuk manusia. Ruh adalah sesuatu yang ghaib namun bisa dirasakan keberadaanya. Sedangkan akal adalah sesuatu yang sangat istimewa, karena hanya makhluk manusia sajalah yang memilikinya. Nah, dari ruh dan akal tersebut, muculah perilaku  atau akhlak yang bermacam-macam.
Dari kecil, seorang anak sudah bisa diketahui akhlaknya. Karena akhlak terbentuk dari pengaruh keluarga, lingkungan, dan peraturan pergaulan yang ia alami dalam kehidupan sehari-harinya. Jika seseorang tumbuh dalam keluarga yang mengadopsi peraturan kapitalis, maka akhlaknya akan kapitalis juga, begitu juga dengan orang yang hidup dalam peraturan islam, maka akan terbentuk akhlak yang sesuai dengan syari’ah islam.
Bagaimanakah moral kita sekarang bisa terbentuk seperti ini?? Itu karena sebuah sistem.
Sekarang kita akan membahas tentang figuritas, membahas soal figuritas, saya akan sedikit menyinggung tentang virus figuritas yang sedang mewabah di Indonesia saat ini. Apa itu  Virus Figuritas  ? memang kedengarannya tidak begitu popular, pasti kita pernah mendengar kata figur atau tokoh. Figuritas  berasal dari kata dasar figur yang artinya adalah tokoh.
Melihat keadaan sekarang  Figuritas sudah sangat mengakar pada kehidupan kita, dimulai dari kalangan rakyat jelata, pelajar, mahasiswa, pejabat, imam, ulama dan sebagainya. Mereka yang sudah terjangkiti virus ini akan memandang baik apa yang menjadi figur mereka lakukan.
Ketika seorang santri di suatu pesantren sudah terjangkiti virus ini ia akan melihat bahwa hal yang menjadi figurnya yakni kyai di pesantren itu maka ia akan mencontohnya entah itu baik atau pun buruk. Contohnya ketika kyai itu melakukan perbuatan maksiat yang jelas-jelas dilarang oleh islam, maka seorang santri yang hanya melihat tanpa berfikir panjang tentang perbuatan kyai tersebut akan mengikutinya. Inilah salah satu bahaya virus figuritas ini karena hidup orang tersebut hanya bergantung pada orang lain.
Padahal Allah berfirman :
“Allah adalah tempat  bergantung segala sesuatu” (Q.S. Al Ikhlas : 2)
Dengan demikian santri itu akan senantiasa mengikuti kyai yang menjadi figurnya. Padahal Allah sudah jelas menyatakan bahwa “Al haq mirabbikum” Kebenaran hanya datang dari Allah bukan yang lain.
Sebagai  contoh lain ketika pada masa pergantian Kepimpinan Islam yakni setelah sepeninggal Nabi Muhammad wafat maka tonggak kepimpinan pun dipegang Abu Bakar Ash Shidiq maka ummat yang pada saat itu bersatu padu kini terpecah karena sebagian golongan yang menolak Abu Bakar Ash Shidiq tersebut terselip virus figuritas karena ummat yang terjangkiti virus ini menganggap bahwa Abu Bakar Ash Shidiq hanya manusia biasa dan tidak sama seperti Nabi Muhammad SAW.
Kemudian Abu Bakar berkata, ”Barangsiapa menyembah Muhammad, maka persaksikanlah, bahwa Muhammad telah mati. Maka barangsiapa menyembah Allah, maka Allah tetap hidup dan tak akan pernah mati.”
Kata-kata Abu Bakar begitu mengena di hati para sahabat. Umar bin Khattab terduduk lemas. ”Aku seperti baru pertama kali mendengar ayat tersebut,” desahnya. Walhasil, Abu Bakar berhasil menghilangkan penyakit figuritas.
Allah swt berfirman :
“Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)? Barangsiapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah sedikitpun, dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur.” (QS Ali Imraan: 144).
Mereka itulah yang tidak menggunakan Al-qur’an dan sunah sebagai pedoman keseluruhan dalam hidupnya sebab ketaatan mereka tidak ikhlas untuk mengharapkan keridhoaan Allah yang sebenarnya pada saat itu Allah sedang menguji mereka dengan pergantian Kepimpinan Islam dari Nabi Muhammad kepada Abu Bakar Ash Shidiq dan karena Allah hanya menerima mereka yang baik yakni yang hanya ikhlas mengharapkan keridhoaan-Nya.
Jadi sebisa mungkin moral atau akhlak kita tidak berlandaskan figuritas saja, karena figuritas hanya kepada Nabi Muhammad saw. Dan seandainya kita memiliki seseorang yang menjadi figure dalam kehidupan ini, alangkah baiknya di lihat dalam segi positifnya saja. Bukan figur secara total (baik/buruknya ditiru keseluruhan). Karena kita sudah mempunyai pedoman yang sangat sempurna, yaitu syari’at islam yang mengatur secara keseluruhan kehidupan kita di dunia.
Tentunya kita semua tidak ingin penyakit virus figuritas ini terus diderita oleh teman, dan keluarga kita. Karena figuritas juga bias mengantarkan kepada perbuatan sesat yang berujung murka dan siksa Allah. So, bagaimana seharusnya kita bertindaka untuk membasmi penyakit ini? Terus mengkaji islam, dan terus perjuangkan islam agar dapat menjadi hukum yang mengatur kehidupan kita secara menyeluruh.
Terus buka mata saudara dan teman-teman kita, bahwa sistem saat ini, adalah sistem kapitalis. Yang terus menggrogoti keimanan kita dan menjauhkan kita dari hukum Allah swt, yaitu islam.
Hamasah with Islam. ^_^

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cenna dan Limfoma

   13 Sya'ban 1436H - 12 Sya'ban 1445H Hari ahad kliwon 13 Sya'ban 1436 H atau 31 Mei 2015 anak pertama ku Muhammad Avicenna Suj...