Sabtu, 17 November 2012

Dari PENGEMBALA sampai MANAGER

KISMIS (Kisah Mini dan Manis)

Ini adalah kisahku…..
MASA PENGEMBALA
Masih ingat di masa aku kecil duduk di kelas 3 SD N Mandisari yang terletak disebuah pinggiran desa di daerah Temanggung Jawa Tengah. “Teeng….. teeng…..” Bell sekolah berbunyi tanda saatnya masuk kelas tepat pukul 07.00, aku duduk di kursi paling depan barisan tengah.
Walaupun aku duduk dikursi paling depan, namun aku bukanlah anak yang pandai, aku termasuk golongan anak yang pas-pasan otaknya, namun lumayan licik dibandingkan teman-teman yang lain. Karena kelicikannya itulah mungkin mengapa Allah sedikit menutup pemahamanku dalam pelajaran. Walaupun ibuku selalu rajin menyeretku ke masjid setiap solat 5 waktu dan mengguyur air ke mukaku di setiap 1/3 malam. Namun tetap saja aku termasuk anak yang pendiam, misterius dan bandel.

Aku bangun jam 3 pagi, ketika binatang-binatang ternak yang tidur di kandang samping tempat tidurku masih terlelap. “Wikk Dewi!, bangun… cepetan, keburu kamar mandi masjid penuh antrian!” itulah kata-kata ibuku setiap hari, jika aku malas beranjak dari kasur kapas kuno yang sudah koyak dan bau di atas ranjangku, maka siap-siap saja tangan ibu melayang di telingaku dan air wudhu ibu diusapkan ke wajahku.
Aku biasanya langsung beranjak kabur keluar sambil bermalas-malasan berjalan gontai menuju ke tempat pemandian umum di samping surau desa, sekitar 50 meter dari rumahku, biasanya saat aku sampai disana aku langsung mandi dan berebut tempat pancuran air dengan ibu-ibu atau bahkan nenek-nenek yang sedang sibuk mencuci, mandi, atau hanya sekadar mengambil air wudhu. Setelah selesai mandi, aku langsung pulang ke rumah dengan membawa air seember kecil dalam keadaan menggigil kedinginan seperti anak ayam habis kecebur kolam.
Sesampainya dirumah, sudah  ramai terdengar bunyi  minyak goreng yang mendidih menggoreng kripik singkong untuk dijual ke teman-teman nanti siang oleh aku dan ke-dua kakakku di sekolah, akan tetapi aku disuruh ibuku langsung ke kamar untuk solat tahajud dan belajar, tapi biasanya aku hanya solat 2 rakaat kemudian membaca al-Qur’an dan langsung ke dapur membantu ayah menghidupkan api dengan kayu bakar.
Dan sebenarnya niatku tidak untuk membantu ayah, tapi hanya untuk makan jagung bakar dan menghangatkan badan yang kedinginan karena musim di daerahku memang selalu musim dingin. Jam 4.30 azan subuh berkumandang, aku bersiap-siap untuk pergi ke surau untuk menunaikan sholat jamaah.
Setelah itu biasanya aku langsung keluar dan menuju ke kandang ternak yang terletak disamping kamarku, 1,2,3 dan seterusnya menghitung jumlah telur bebek yang ada di setiap ujung semak-semak jerami kandang, ternyata tak hanya telur bebek yang ku temukan disini, tapi ada juga telur ayam kampung, ayam kalkun dan telur angsa.
Karena ayahku pecinta binatang ternak, maka jangan heran kalau dalam satu kandang ukuran 2x3 meter itu berisi berbagai hewan ternak seperti mentok, angsa, bebek, ayam kampung, ayam mutiara, ayam kalkun, ayam cemani, ayam kate, ayam hutan, burung merpati dll. Semuanya gabung menjadi satu, serasa kebun binatang jika masuk kedalam kandang yang hanya disekat pagar dari anyaman bambu itu.
Yang paling aku benci diantara hewan ternak ayahku adalah ayam kalkun, karena setiap hari ketika aku akan berangkat sekolah, binatang itu selalu  mengejarku sampai ujung halaman rumahku yang lebarnya hampir setengah dari lapangan sepak bola. Huh, merupakan olahragaku setiap hari lari-lari dikejar ayam kalkun. Biasanya ayah dan ibu hanya tersenyum melihat ulah segerombolan kalkun jantan mengejarku. Bahkan kejadian ini berlanjut sampai aku lulus SMA. Dan setelah itu tidak karena aku harus pergi ke Jakarta untuk kuliah dan mengadu nasib disana tentunya.
Tahun 2000 aku masih duduk di kelas 4 SD, aku tidak naik kelas 5, sungguh suatu peristiwa yang menegur hati pikiranku dan membuka lebar ke dua mataku. Mungkin ini adalah teguran dari Allah, karena aku sering berbohong kepada ke dua orang tuaku, ya… aku sering menjual beras hasil panen dan telur bebek ke warung tanpa izin dari ayah ataupun ibu.
Uang itu biasanya untuk jajan dan untuk mentraktir teman-teman sebayaku, uang jajan yang aku dapat tidaklah cukup memuaskanku, sehinga aku nekat seperti itu. Pernah aku kepergok ibu saat aku menjual beras, ibu langsung mengomeliku dan menghukumku. Masih untung beliau belum mengutukku. Sejak Saat itulah aku tobat dan tidak akan mengulangi lagi perbuatanku yang sangat hina dan memalukan itu. Astaghfirullah…
Alhamdulillah, kejadian itu membuatku jera dan sepertinya Allah menunjukakkan kasih sayang-Nya kepadaku, setelah aku tidak naik kelas 4, aku selalu belajar sungguh-sungguh dan selalu rajin beribadah walaupun tidak diperintahkan oleh ibu.
Th 2001 aku naik kelas 5 dengan rangking 2 di kelas.,. Subhanallah.,. aku sangat puas saat itu,., ibuku juga sangat senang dan akhirnya beliau membelikan sepeda ontel kepadaku sebagai hadiahnya. Betapa girangnya hatiku saat itu karena di kampungku masih jarang ada anak seumuranku yang mempunyai sepeda ontel. Aku semakin rajin membantu ke dua orang tuaku. Jadwal sehari-hari pun aku catat dan aku temple di tembok anyaman bambu kamarku. Ya., rumahku masih seperti gubuk disawah, lantainya dari tanah dan temboknya dari anyaman bambu tua. Tapi kondisi seperti itu tidak membuat ketiga kakakku dan aku down., justru itu semua selalu memotivasi belajar dan semangat berusaha dan beribadah.
Jadwal harianku setelah sekolah adalah ngaji di surau desa yang jaraknya sekitar 2km dari rumah. Setelah itu biasanya aku langsung pulang dan menuju ke kandang belakang rumah. Di kandang itu sudah terdengar suara bebek mengewek ribut karena lapar. Aku buka pintu kandang dan keluarlah 10 ekor bebek coklat betina dan 1 ekor bebek hitam jantan. Mereka sudah tau kemana mau di gembalakan.
Aku hanya mengikutinya dari belakang dengan membawa sebuah tongkat dari  bambu sepanjang satu meter, setinggi pundakku yang kerdil waktu itu.
Setelah berjalan 2 km menelusuri jalan setapak desa dan melewati sawah-sawah hijau nan sejuk, sampailah aku dan bebek-bebek gembalaanku di sungai. Aku langsung duduk  mengecek dan menghitung jumlah bebek. Takutnya ada yang nyasar atau hilang dimakan “grangangan”.
Setelah itu aku duduk dan sibuk membaca buku, jika sudah jenuh biasanya aku pergi mencari buah-buahan yang dapat dimakan disekitar sungai. Tentunya aku harus hati-hati melihat tempat-tempat yang rawan dengan hewan pacet dan lintah, pernah suatu ketika aku mengembala bebek di musim hujan, dan tak jarang aku mendapat 1-3 ekor pacet atau lintah nempel di tangan dan kakiku. Huh.,. suatu hal yang sangat aku benci sampai sekarang.
Setelah para bebek sudah puas mencari makan, mereka naik ke pinggir sungai dan membersihkan bulu-bulunya yang basah sambil berjemur dibawah terik matahari yang sudah di ufuk barat. Nah, kemudian aku langsung menggiring mereka untuk pulang.
Di setiap perjalanan pulang biasanya banyak orang kampung yang menyapa atau hanya senyum. Tapi tak jarang juga aku berpapasan dengan teman-teman sekelasku yang hanya tersenyum sinis mengejekku dengan kata-kata yang tak asing lagi di telingaku. “Si Tomboy lah, Si Pendek lah, Si Kerdil lah, atau Si Cengeng…” ya, julukan itu aku dapat karena aku memang tomboy, pendek dan cengeng, tapi aku tak peduli dengan olokan mereka, toh itu juga tak berpengaruh pada nilai pahala dan kedudukanku disisi Allah, karena Allah hanya menghisab setiap perbuatan manusia, bukan fisiknya yang di mintai pertanggung jawaban.
Nah, setelah sampai dirumah aku selalu disambut oleh ibuku dengan senyuman dan makanan yang lezat, nasi liwet dan tahu tempe bacem, itulah kesukaanku di sore hari. Subhanallah… sungguh nikmat rasanya, bismillah, nyam.. nyammm…
Tahun 2002 aku lulus SD kemudian aku melanjutkan ke MTsN Model Parakan, sebuah sekolah setingkat SMP yang merupakan sekolah unggulan di kotaku, di sana aku mempunyai banyak teman dan pengalaman baru, aku lebih aktif berorganisasi dan membaca buku di perpustakaan sekolah, bahkan hampir disetiap istirahat pertama aku selalu berada di perpustakaan. Itulah yang membuatku menjadi cukup dikenal sebagai anak yang aktif dan lumayan berprestasi.
Para guru sering membandingkan aku dengan ke tiga kakakku yang dulu juga pernah sekolah disini. Mereka sering bilang “ Kakakmu Nur hamid itu anaknya aktif, sopan tapi pas-pasan, sedangkan kamu wik, lumayan aktif, dan pinter tapi kalian sama dalam hal  berjualan kripik singkong disekolah” begitulah para guru sering bercanda dan berkomentar. Yang jelas aku harus berbeda dan lebih baik dari ke tiga kakakku suatu hari nanti.
Tahun 2005 aku lulus dari MTsN Model Parakan dengan nilai yang lumayan membuat aku dan keluargaku senang. Aku melanjutkan ke SMA N 1 Parakan, sebuah sekolah yang tak jauh dari rumahku, sekolah ini dulu pernah menjadi impian kakakku Nur Hamid, tapi karena nilai ujian kakakku pas-pasan, jadi tidak bisa masuk ke sekolah ini. Di sekolah ini aku tidak mempunyai prestasi kecuali hanya juara ke-2 karate tingkat kabupaten, hmm.. walaupun tubuhku kecil seperti ini, namun aku bisa mengalahkan lawan dengan baik. Ciaaaaattt…..
MENJADI PETANI
Di saat duduk di SMA inilah aku belajar mengenal pekerjaan untuk mencari uang sendiri, aku mulai di percaya oleh ayahku untuk mengelola sepetak sawah warisan dari kakek, sawah berukuran 10x30 meter itu adalah sawah satu-satunya harta milik kami, biasanya ayah mencari tambahan untuk kehidupan sehari-hari dengan buruh (kerja) ke sawah orang lain. Sedangkan ibuku sering membuat keripik singkong untuk dijual kami di sekolah.
Aku mengelola sawah tersebut dengan menanaminya dengan tanaman sayuran seperti cabe, tomat, kol, jagung, dan ketimun. Biasanya aku mengolah sawah tersebut pada hari libur dan setelah pulang sekolah, dan setiap kali panen, aku selalu menjualnya ke tengkulak yang berada di ujung desa. Terkadang tengkulak membeli hasil sawah kami dengan harga sangat murah, aku masih ingat ketika menjual sekarung cabe rawit dan dua karung ketimun hanya di hargai 25ribu rupiah, hmm hanya cukup untuk membayar SPP bulananku di SMA.
Tahun 2008 aku lulus SMA, dengan nilai pas-pasan. Aku bingung hendak melanjutkan kemana, pertama yang aku pikirkan adalah mendaftar ke STAN Jakarta, dengan modal nilai rata-rata 7,5 (ngepas banget dech) aku mendaftarkan diri ke STAN yang membuka cabang pendaftaran di Jogjakarta, bersama ayah dan kak Nur Hamid aku mendaftar dan ujian di Jogjakarta, dari puluhan ribu yang mendaftar akan diambil hanya beberapa ratus saja, sungguh sebuah pertandingan yang menguras otak, saat pengumuman tiba aku sudah tinggal di Jakarta dan sedang kuliah di sebuah universitas swasta, aku kuliah di sana hanya untuk jaga-jaga jika tidak masuk STAN, dan ternyata memang benar, aku tidak diterima di STAN, sungguh membuat hatiku dan kedua orang tuaku sedih. Walaupun begitu aku tetap semangat kuliah di Jakarta, karena inilah satu-satunya jalanku menuju sukses. Yaitu tetap optimis dan semangat dimanapun dan apapun keadaanya.
DROP OUT
Selama dua tahun aku kuliah mengambil diploma di universitas swasta ini, banyak sekali cobaan dan ujian aku lewati. Di kampus aku termasuk anak yang paling aktif berorganisasi, terutama BEM dan LDK. Namun demikian prestasi belajarku menurun drastis, mungkin karena aku terlalu aktif berorganisasi dan fokus mencari biaya tambahan untuk kuliah dan kehidupan sehari-hari. Saat itu aku hanya mendapat kiriman dari kakakku 250ribu/bulan. Jadi aku harus mencari tambahan kesana kemari dengan cara berjualan donat keliling asrama mahasiswa dan berjualan pulsa. Tak jarang banyak teman yang menghutang dan kabur tidak membayar. Huft…itu hanyalah bagian dari secuil cobaan yang aku hadapi.
Namun demikian untuk menutupi usaha kecilku yang pontang-panting ini, aku juga menjadi sales alat-alat rumah tangga, karena hutangku makin banyak waktu itu sampai mencapai lima juta, aku pun nekat menjadi surveyor di JICA, saat itulah aku sering bolos kuliah dan gagal dalam ujian.
Dan yang paling pahit aku alami adalah di keluarkan dari kampus karena jumlah absen melebihi batas, sungguh ironis dan pahit aku rasakan, walaupun demikian aku tidak pantang mundur dan putus asa, karena setelah itu aku melanjutkan kuliah S1 di universitas lain, untungnya dekan universitas itu teman baikku, jadi beliau bisa membantuku di kampus yang baru. Wahh…ada nepotisme nya nih.. astaghfirullah…
Setelah aku menjadi surveyor, kemudian aku menjadi supervisor, disinilah aku bisa melunasi hutang-hutangku yang menumpuk. Alhamdulillah…
TERSENYUMLAH
Setelah itu aku banting setir menjadi guru TPA di Depok agar lebih ringan, jadi aktifitasku saat itu adalah kuliah, dakwah, dan bekerja di depok. Selesai S1 aku bekerja di sebuah yayasan yang cukup berkembang, aku menjadi kepala bagian student center, namun aku hanya bertahan 3 bulan, dan pindah ke sebuah perusahaan yang berkecimpung dalam produksi barang edukasi, jabatanku adalah manager public relation, selama lima bulan aku bekerja di perusahaan ini, karena tidak ada kebebasan dalam berdakwah dan ibadah, membuatku mengundurkan diri.
Dan pada akhirnya aku bekerja di sebuah sekolah menengah atas (SMA) swasta di Jakarta selatan sampai tahun 2012, dan posisiku saat itu adalah asisten eksekutif direktur. Selain itu aktifitasku saat itu sambil  mengambil kuliah S2 di sebuah universitas swasta di Jakarta.
Setelah selesai menyelesaikan S2, aku langsung pulang ke kampung halaman, dan aku tidak lupa untuk terus meneruskan perjuanganku menjadi seorang pendakwah sekaligus seorang dosen di universitas di daerahku.
Begitulah cerita hidupku dan keluargaku. Namun demikian aku belumlah sesukses kakakku sekarang yang sudah menjadi seorang polisi lalu lintas di Semarang, dan kakakku yang perempuan telah menjadi guru PNS di MTs tempat dulu dia sekolah waktu remaja.
Mereka berdua telah berhasil membuat bahagia ayah dan ibu dengan mengantarkannya pergi haji ke baitullah, memperbaiki rumah yang tadinya dari anyaman bambu menjadi tembok beton tingkat dua, memperluas tanah yang tadinya 10x20 meter menjadi satu hektar, mengganti kendaraan kami yang tadinya hanya sebuah gerobak kayu dan sepeda ontel, dengan mobil dan sepeda motor.
Ya, semua ini tidak akan bisa terjadi tanpa Rahmat dan Hidayah dari Allah swt. Dan tentunya doa, ridho dan bimbingan dari seorang ibu yang sangat menyayangi kami semua. Begitu pula kami sangat menyayangi ibu. Karena beliaulah yang mendidik kami mulai dari menjadi seorang pengembala bebek sampai menjadi manager, polisi dan guru. Terimakasih Allah, Engkau telah memberiku banyak kenikmatan yang tiada tara. Hingga kami sekeluarga dapat tersenyum merasakan indahnya kehidupan dengan karunia-Mu.
Dan memanglah benar jika Allah SWT tidak akan menguji seseorang dengan suatu ujian melainkan ujian itu beratnya sesuai dengan kemampuan yang dia miliki, dan jika sudah lulus dari ujian tersebut, maka meningkatlah derajat manusia itu di sisi Allah. Dengan meningkatnya keimanan dan derajat itu pula maka ujian yang harus dia hadapi akan semakin meningkat pula tingkat kesulitannya.
Jadi, sudah kah ujian yang kita dapatkan dan kita hadapi selama ini lulus dengan baik??
Wallahu a’lam bissowab…

2 komentar:

  1. Perjuangan yang luar biasa. ...
    Ikut sedih, terharu, tesenyum.
    Buat penulis semoga perjuangannya akan segera tercapai....

    BalasHapus
  2. Amiin, jazakallah khair atas doanya, dan sebuah perjuangan akan lebih mudah dicapai jika dilakukan dg bersama-sama ^_^

    BalasHapus

Cenna dan Limfoma

   13 Sya'ban 1436H - 12 Sya'ban 1445H Hari ahad kliwon 13 Sya'ban 1436 H atau 31 Mei 2015 anak pertama ku Muhammad Avicenna Suj...