KISMIS (Kisah Mini dan Manis)
Ini
adalah kisahku…..
MASA
PENGEMBALA
Masih
ingat di masa aku kecil duduk di kelas 3 SD N Mandisari yang terletak disebuah
pinggiran desa di daerah Temanggung Jawa Tengah. “Teeng….. teeng…..” Bell sekolah berbunyi tanda saatnya masuk kelas
tepat pukul 07.00, aku duduk di kursi paling depan barisan tengah.
Walaupun
aku duduk dikursi paling depan, namun aku bukanlah anak yang pandai, aku
termasuk golongan anak yang pas-pasan otaknya, namun lumayan licik dibandingkan
teman-teman yang lain. Karena kelicikannya itulah mungkin mengapa Allah sedikit
menutup pemahamanku dalam pelajaran. Walaupun ibuku selalu rajin menyeretku ke
masjid setiap solat 5 waktu dan mengguyur air ke mukaku di setiap 1/3 malam.
Namun tetap saja aku termasuk anak yang pendiam, misterius dan bandel.
Aku
bangun jam 3 pagi, ketika binatang-binatang ternak yang tidur di kandang samping
tempat tidurku masih terlelap. “Wikk Dewi!,
bangun… cepetan, keburu kamar mandi masjid penuh antrian!” itulah kata-kata
ibuku setiap hari, jika aku malas beranjak dari kasur kapas kuno yang sudah
koyak dan bau di atas ranjangku, maka siap-siap saja tangan ibu melayang di
telingaku dan air wudhu ibu diusapkan ke wajahku.
Aku
biasanya langsung beranjak kabur keluar sambil bermalas-malasan berjalan gontai
menuju ke tempat pemandian umum di samping surau desa, sekitar 50 meter dari
rumahku, biasanya saat aku sampai disana aku langsung mandi dan berebut tempat pancuran
air dengan ibu-ibu atau bahkan nenek-nenek yang sedang sibuk mencuci, mandi,
atau hanya sekadar mengambil air wudhu. Setelah selesai mandi, aku langsung
pulang ke rumah dengan membawa air seember kecil dalam keadaan menggigil kedinginan
seperti anak ayam habis kecebur kolam.
Sesampainya
dirumah, sudah ramai terdengar bunyi minyak goreng yang mendidih menggoreng kripik
singkong untuk dijual ke teman-teman nanti siang oleh aku dan ke-dua kakakku di
sekolah, akan tetapi aku disuruh ibuku langsung ke kamar untuk solat tahajud
dan belajar, tapi biasanya aku hanya solat 2 rakaat kemudian membaca al-Qur’an
dan langsung ke dapur membantu ayah menghidupkan api dengan kayu bakar.
Dan
sebenarnya niatku tidak untuk membantu ayah, tapi hanya untuk makan jagung
bakar dan menghangatkan badan yang kedinginan karena musim di daerahku memang selalu
musim dingin. Jam 4.30 azan subuh berkumandang, aku bersiap-siap untuk pergi ke
surau untuk menunaikan sholat jamaah.
Setelah
itu biasanya aku langsung keluar dan menuju ke kandang ternak yang terletak
disamping kamarku, 1,2,3 dan seterusnya menghitung jumlah telur bebek yang ada
di setiap ujung semak-semak jerami kandang, ternyata tak hanya telur bebek yang
ku temukan disini, tapi ada juga telur ayam kampung, ayam kalkun dan telur
angsa.
Karena
ayahku pecinta binatang ternak, maka jangan heran kalau dalam satu kandang
ukuran 2x3 meter itu berisi berbagai hewan ternak seperti mentok, angsa, bebek,
ayam kampung, ayam mutiara, ayam kalkun, ayam cemani, ayam kate, ayam hutan,
burung merpati dll. Semuanya gabung menjadi satu, serasa kebun binatang jika
masuk kedalam kandang yang hanya disekat pagar dari anyaman bambu itu.
Yang
paling aku benci diantara hewan ternak ayahku adalah ayam kalkun, karena setiap
hari ketika aku akan berangkat sekolah, binatang itu selalu mengejarku sampai ujung halaman rumahku yang
lebarnya hampir setengah dari lapangan sepak bola. Huh, merupakan olahragaku
setiap hari lari-lari dikejar ayam kalkun. Biasanya ayah dan ibu hanya
tersenyum melihat ulah segerombolan kalkun jantan mengejarku. Bahkan kejadian
ini berlanjut sampai aku lulus SMA. Dan setelah itu tidak karena aku harus
pergi ke Jakarta untuk kuliah dan mengadu nasib disana tentunya.
Tahun 2000
aku masih duduk di kelas 4 SD, aku tidak naik kelas 5, sungguh suatu peristiwa
yang menegur hati pikiranku dan membuka lebar ke dua mataku. Mungkin ini adalah
teguran dari Allah, karena aku sering berbohong kepada ke dua orang tuaku, ya…
aku sering menjual beras hasil panen dan telur bebek ke warung tanpa izin dari
ayah ataupun ibu.
Uang itu
biasanya untuk jajan dan untuk mentraktir teman-teman sebayaku, uang jajan yang
aku dapat tidaklah cukup memuaskanku, sehinga aku nekat seperti itu. Pernah aku
kepergok ibu saat aku menjual beras, ibu langsung mengomeliku dan menghukumku.
Masih untung beliau belum mengutukku. Sejak Saat itulah aku tobat dan tidak
akan mengulangi lagi perbuatanku yang sangat hina dan memalukan itu.
Astaghfirullah…
Alhamdulillah,
kejadian itu membuatku jera dan sepertinya Allah menunjukakkan kasih sayang-Nya
kepadaku, setelah aku tidak naik kelas 4, aku selalu belajar sungguh-sungguh
dan selalu rajin beribadah walaupun tidak diperintahkan oleh ibu.
Th 2001
aku naik kelas 5 dengan rangking 2 di kelas.,. Subhanallah.,. aku sangat puas
saat itu,., ibuku juga sangat senang dan akhirnya beliau membelikan sepeda
ontel kepadaku sebagai hadiahnya. Betapa girangnya hatiku saat itu karena di
kampungku masih jarang ada anak seumuranku yang mempunyai sepeda ontel. Aku
semakin rajin membantu ke dua orang tuaku. Jadwal sehari-hari pun aku catat dan
aku temple di tembok anyaman bambu kamarku. Ya., rumahku masih seperti gubuk
disawah, lantainya dari tanah dan temboknya dari anyaman bambu tua. Tapi
kondisi seperti itu tidak membuat ketiga kakakku dan aku down., justru itu
semua selalu memotivasi belajar dan semangat berusaha dan beribadah.
Jadwal
harianku setelah sekolah adalah ngaji di surau desa yang jaraknya sekitar 2km
dari rumah. Setelah itu biasanya aku langsung pulang dan menuju ke kandang
belakang rumah. Di kandang itu sudah terdengar suara bebek mengewek ribut
karena lapar. Aku buka pintu kandang dan keluarlah 10 ekor bebek coklat betina
dan 1 ekor bebek hitam jantan. Mereka sudah tau kemana mau di gembalakan.
Aku
hanya mengikutinya dari belakang dengan membawa sebuah tongkat dari bambu sepanjang satu meter, setinggi pundakku
yang kerdil waktu itu.
Setelah
berjalan 2 km menelusuri jalan setapak desa dan melewati sawah-sawah hijau nan
sejuk, sampailah aku dan bebek-bebek gembalaanku di sungai. Aku langsung
duduk mengecek dan menghitung jumlah
bebek. Takutnya ada yang nyasar atau hilang dimakan “grangangan”.
Setelah
itu aku duduk dan sibuk membaca buku, jika sudah jenuh biasanya aku pergi
mencari buah-buahan yang dapat dimakan disekitar sungai. Tentunya aku harus
hati-hati melihat tempat-tempat yang rawan dengan hewan pacet dan lintah,
pernah suatu ketika aku mengembala bebek di musim hujan, dan tak jarang aku
mendapat 1-3 ekor pacet atau lintah nempel di tangan dan kakiku. Huh.,. suatu
hal yang sangat aku benci sampai sekarang.
Setelah
para bebek sudah puas mencari makan, mereka naik ke pinggir sungai dan
membersihkan bulu-bulunya yang basah sambil berjemur dibawah terik matahari
yang sudah di ufuk barat. Nah, kemudian aku langsung menggiring mereka untuk
pulang.
Di setiap
perjalanan pulang biasanya banyak orang kampung yang menyapa atau hanya senyum.
Tapi tak jarang juga aku berpapasan dengan teman-teman sekelasku yang hanya tersenyum
sinis mengejekku dengan kata-kata yang tak asing lagi di telingaku. “Si Tomboy
lah, Si Pendek lah, Si Kerdil lah, atau Si Cengeng…” ya, julukan itu aku dapat
karena aku memang tomboy, pendek dan cengeng, tapi aku tak peduli dengan olokan
mereka, toh itu juga tak berpengaruh pada nilai pahala dan kedudukanku disisi
Allah, karena Allah hanya menghisab setiap perbuatan manusia, bukan fisiknya
yang di mintai pertanggung jawaban.
Nah,
setelah sampai dirumah aku selalu disambut oleh ibuku dengan senyuman dan makanan
yang lezat, nasi liwet dan tahu tempe bacem, itulah kesukaanku di sore hari.
Subhanallah… sungguh nikmat rasanya, bismillah,
nyam.. nyammm…
Tahun
2002 aku lulus SD kemudian aku melanjutkan ke MTsN Model Parakan, sebuah
sekolah setingkat SMP yang merupakan sekolah unggulan di kotaku, di sana aku
mempunyai banyak teman dan pengalaman baru, aku lebih aktif berorganisasi dan membaca
buku di perpustakaan sekolah, bahkan hampir disetiap istirahat pertama aku
selalu berada di perpustakaan. Itulah yang membuatku menjadi cukup dikenal
sebagai anak yang aktif dan lumayan berprestasi.
Para
guru sering membandingkan aku dengan ke tiga kakakku yang dulu juga pernah
sekolah disini. Mereka sering bilang “ Kakakmu
Nur hamid itu anaknya aktif, sopan tapi pas-pasan, sedangkan kamu wik, lumayan
aktif, dan pinter tapi kalian sama dalam hal berjualan kripik singkong disekolah”
begitulah para guru sering bercanda dan berkomentar. Yang jelas aku harus
berbeda dan lebih baik dari ke tiga kakakku suatu hari nanti.
Tahun
2005 aku lulus dari MTsN Model Parakan dengan nilai yang lumayan membuat aku
dan keluargaku senang. Aku melanjutkan ke SMA N 1 Parakan, sebuah sekolah yang
tak jauh dari rumahku, sekolah ini dulu pernah menjadi impian kakakku Nur Hamid,
tapi karena nilai ujian kakakku pas-pasan, jadi tidak bisa masuk ke sekolah
ini. Di sekolah ini aku tidak mempunyai prestasi kecuali hanya juara ke-2
karate tingkat kabupaten, hmm.. walaupun
tubuhku kecil seperti ini, namun aku bisa mengalahkan lawan dengan baik. Ciaaaaattt…..
MENJADI
PETANI
Di saat duduk
di SMA inilah aku belajar mengenal pekerjaan untuk mencari uang sendiri, aku
mulai di percaya oleh ayahku untuk mengelola sepetak sawah warisan dari kakek,
sawah berukuran 10x30 meter itu adalah sawah satu-satunya harta milik kami,
biasanya ayah mencari tambahan untuk kehidupan sehari-hari dengan buruh (kerja)
ke sawah orang lain. Sedangkan ibuku sering membuat keripik singkong untuk
dijual kami di sekolah.
Aku mengelola
sawah tersebut dengan menanaminya dengan tanaman sayuran seperti cabe, tomat,
kol, jagung, dan ketimun. Biasanya aku mengolah sawah tersebut pada hari libur
dan setelah pulang sekolah, dan setiap kali panen, aku selalu menjualnya ke
tengkulak yang berada di ujung desa. Terkadang tengkulak membeli hasil sawah
kami dengan harga sangat murah, aku masih ingat ketika menjual sekarung cabe
rawit dan dua karung ketimun hanya di hargai 25ribu rupiah, hmm hanya cukup untuk
membayar SPP bulananku di SMA.
Tahun
2008 aku lulus SMA, dengan nilai pas-pasan. Aku bingung hendak melanjutkan
kemana, pertama yang aku pikirkan adalah mendaftar ke STAN Jakarta, dengan
modal nilai rata-rata 7,5 (ngepas banget
dech) aku mendaftarkan diri ke STAN yang membuka cabang pendaftaran di
Jogjakarta, bersama ayah dan kak Nur Hamid aku mendaftar dan ujian di Jogjakarta,
dari puluhan ribu yang mendaftar akan diambil hanya beberapa ratus saja,
sungguh sebuah pertandingan yang menguras otak, saat pengumuman tiba aku sudah tinggal
di Jakarta dan sedang kuliah di sebuah universitas swasta, aku kuliah di sana
hanya untuk jaga-jaga jika tidak masuk STAN, dan ternyata memang benar, aku
tidak diterima di STAN, sungguh membuat hatiku dan kedua orang tuaku sedih.
Walaupun begitu aku tetap semangat kuliah di Jakarta, karena inilah
satu-satunya jalanku menuju sukses. Yaitu tetap optimis dan semangat dimanapun
dan apapun keadaanya.
DROP OUT
Selama
dua tahun aku kuliah mengambil diploma di universitas swasta ini, banyak sekali
cobaan dan ujian aku lewati. Di kampus aku termasuk anak yang paling aktif berorganisasi,
terutama BEM dan LDK. Namun demikian prestasi belajarku menurun drastis,
mungkin karena aku terlalu aktif berorganisasi dan fokus mencari biaya tambahan
untuk kuliah dan kehidupan sehari-hari. Saat itu aku hanya mendapat kiriman
dari kakakku 250ribu/bulan. Jadi aku harus mencari tambahan kesana kemari
dengan cara berjualan donat keliling asrama mahasiswa dan berjualan pulsa. Tak
jarang banyak teman yang menghutang dan kabur tidak membayar. Huft…itu hanyalah
bagian dari secuil cobaan yang aku hadapi.
Namun
demikian untuk menutupi usaha kecilku yang pontang-panting ini, aku juga
menjadi sales alat-alat rumah tangga, karena hutangku makin banyak waktu itu
sampai mencapai lima juta, aku pun nekat menjadi surveyor di JICA, saat itulah
aku sering bolos kuliah dan gagal dalam ujian.
Dan yang
paling pahit aku alami adalah di keluarkan dari kampus karena jumlah absen
melebihi batas, sungguh ironis dan pahit aku rasakan, walaupun demikian aku
tidak pantang mundur dan putus asa, karena setelah itu aku melanjutkan kuliah
S1 di universitas lain, untungnya dekan universitas itu teman baikku, jadi
beliau bisa membantuku di kampus yang baru. Wahh…ada
nepotisme nya nih.. astaghfirullah…
Setelah
aku menjadi surveyor, kemudian aku menjadi supervisor, disinilah aku bisa
melunasi hutang-hutangku yang menumpuk. Alhamdulillah…
TERSENYUMLAH
Setelah
itu aku banting setir menjadi guru TPA di Depok agar lebih ringan, jadi aktifitasku
saat itu adalah kuliah, dakwah, dan bekerja di depok. Selesai S1 aku bekerja di
sebuah yayasan yang cukup berkembang, aku menjadi kepala bagian student center,
namun aku hanya bertahan 3 bulan, dan pindah ke sebuah perusahaan yang
berkecimpung dalam produksi barang edukasi, jabatanku adalah manager public
relation, selama lima bulan aku bekerja di perusahaan ini, karena tidak ada
kebebasan dalam berdakwah dan ibadah, membuatku mengundurkan diri.
Dan pada
akhirnya aku bekerja di sebuah sekolah menengah atas (SMA) swasta di Jakarta
selatan sampai tahun 2012, dan posisiku saat itu adalah asisten eksekutif
direktur. Selain itu aktifitasku saat itu sambil mengambil kuliah S2 di sebuah universitas swasta
di Jakarta.
Setelah selesai
menyelesaikan S2, aku langsung pulang ke kampung halaman, dan aku tidak lupa
untuk terus meneruskan perjuanganku menjadi seorang pendakwah sekaligus seorang
dosen di universitas di daerahku.
Begitulah
cerita hidupku dan keluargaku. Namun demikian aku belumlah sesukses kakakku
sekarang yang sudah menjadi seorang polisi lalu lintas di Semarang, dan kakakku
yang perempuan telah menjadi guru PNS di MTs tempat dulu dia sekolah waktu
remaja.
Mereka
berdua telah berhasil membuat bahagia ayah dan ibu dengan mengantarkannya pergi
haji ke baitullah, memperbaiki rumah yang tadinya dari anyaman bambu menjadi
tembok beton tingkat dua, memperluas tanah yang tadinya 10x20 meter menjadi
satu hektar, mengganti kendaraan kami yang tadinya hanya sebuah gerobak kayu dan
sepeda ontel, dengan mobil dan sepeda motor.
Ya,
semua ini tidak akan bisa terjadi tanpa Rahmat dan Hidayah dari Allah swt. Dan
tentunya doa, ridho dan bimbingan dari seorang ibu yang sangat menyayangi kami
semua. Begitu pula kami sangat menyayangi ibu. Karena beliaulah yang mendidik
kami mulai dari menjadi seorang pengembala bebek sampai menjadi manager, polisi
dan guru. Terimakasih Allah, Engkau telah memberiku banyak kenikmatan yang
tiada tara. Hingga kami sekeluarga dapat tersenyum merasakan indahnya kehidupan
dengan karunia-Mu.
Dan
memanglah benar jika Allah SWT tidak akan menguji seseorang dengan suatu ujian
melainkan ujian itu beratnya sesuai dengan kemampuan yang dia miliki, dan jika
sudah lulus dari ujian tersebut, maka meningkatlah derajat manusia itu di sisi
Allah. Dengan meningkatnya keimanan dan derajat itu pula maka ujian yang harus
dia hadapi akan semakin meningkat pula tingkat kesulitannya.
Jadi,
sudah kah ujian yang kita dapatkan dan kita hadapi selama ini lulus dengan
baik??
Wallahu a’lam bissowab…
Perjuangan yang luar biasa. ...
BalasHapusIkut sedih, terharu, tesenyum.
Buat penulis semoga perjuangannya akan segera tercapai....
Amiin, jazakallah khair atas doanya, dan sebuah perjuangan akan lebih mudah dicapai jika dilakukan dg bersama-sama ^_^
BalasHapus