Antara Budaya Kearifan Lokal dan Deradikalisasi Generasi Milenial
Oleh. Lina Ummu Dzakirah
Setiap negara di dunia memiliki keunikan tersendiri termasuk juga negara Indonesia. Keunikan Indonesia berasal dari adat istiadat, tradisi, budaya dan kearifan lokal yang ada di Indonesia. Bahkan disetiap daerah memiliki kearifan lokal masing-masing.
Seperti halnya dengan wilayah Temanggung yang beberapa waktu lalu Puluhan sekolah dari perwakilan 20 kecamatan di Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, mengikuti gelar karya projek penguatan profil pelajar Pancasila (P5) di halaman Gedung Pemuda Temanggung.
Kepala Dinas Pendidikan, Kepemudaan, dan Olahraga Kabupaten Temanggung Agus Sujarwo di Temanggung, Senin, mengatakan gelar karya P5 Kabupaten Temanggung dengan tema Gaungkan Merdeka Belajar Eksplorasi Potensi Temanggung yang Tentrem, Marem, dan Gandem. Gelar karya ini diisi oleh satuan Pendidikan dari PAUD, SD, SMP, SMA, SLB, dan kesetaraan dengan 120 stand dan 88 pentas seni.
"Masing-masing stand mengusung berbagai tema sesuai dengan kurikulum merdeka di harapkan peserta didik bisa menerapkan profil pelajar Pancasila dan mampu berkembang menuju sesuai dengan kompetensi yang dimiliki," katanya.
Didalam kegiatan ini ditekankan kepada anak-anak yang dididik dengan kurikulum merdeka belajar harus memiliki karakter, khususnya karakter temanggungan yakni karakter hidup positif, ingin maju, guyub, berprestasi, kerja keras, kuat pada pendirian, berperadaban maju, dan juga senantiasa memegang adat dan tradisi. ( Dilansir dari Antaranews.com 29/05/2023)
Pada era milenial, generasi muda berperan sebagai agen perubahan dalam mempertahankan kearifan budaya lokal Indonesia, serta memberikan perubahan yang lebih baik dalam mempertahankannya.
Menurut mereka pula, generasi muda perlu mengenal kesenian dan kebudayaan Indonesia yang beragam sehingga bisa lebih tertarik untuk mempelajarinya. Hal tersebut diharapkan dapat menimbulkan rasa ikut memiliki dan tumbuh rasa mencintai seni dan budaya bangsa Indonesia.
Berdasarkan Mendikbudristek Nadiem Makarim keunggulan Indonesia dikancah global adalah hasil dari gerakan merdeka belajar dan merdeka berbudaya. Keunggulan yang dimiliki Kurikulum Merdeka Belajar diantaranya, simple, intens, relevan, interaktif, bebas dan leluasa.
Selain itu pertama, struktur kurikulum lebih fleksibel, jam pelajaran ditargetkan untuk satu tahun, bukan per minggu sebagaimana yang selama ini berjalan. Kedua, fokus pada materi esensial, tidak terlalu padat seperti sekarang. Ketiga, memberikan keleluasaan bagi guru menggunakan berbagai perangkat ajar sesuai kebutuhan dan karakteristik peserta didik. Dalam hal ini guru juga dapat memberikan pembelajaran sesuai dengan konteks dan muatan lokal. Keempat, adanya aplikasi yang menyediakan berbagai referensi bagi guru untuk terus mengembangkan praktik mengajar secara mandiri dan berbagai praktik.
Kalau kita cermati, ada beberapa hal yang perlu dipikirkan lebih dalam lagi terkait kurikulum merdeka. Ada muatan kebebasan yang diusung dalam kurikulum ini, yang tercermin dari namanya, yakni merdeka. Sekilas memang kelihatan seperti metode baru dunia pendidikan, namun di sisi lain menyimpan berbagai potensi yang cukup mebahayakan.
Pertama, berpeluang memunculkan perbedaan dalam kualitas pembelajaran. Dikarenakan tidak adanya pemaksaan (keseragaman) dalam penggunaan Kurikulum Merdeka. Teruntuk sekolah yang belum menerapkan kurikulum merdeka akan dipandang sebelah mata dan sulit bersaing dengan sekolah yang sudah menerapkannya. Sementara negara belum mampu menyelesaikan penyelenggaraan pendidikan di daerah minus.
Kedua, nilai kebebasan yang diusung, akan berpotensi masuknya materi ajar un faedah dan juga budaya – budaya asing yang bertentangan dengan Islam. Karena hanya bertumpu pada minat siswa, tanpa penyaringan sampai tataran ideologi ini bisa membajak potensi generasi demi kepentingan eksistensi peradaban Barat.
Ketiga, kebingungan pada taraf aplikasi. Karena guru tidak memiliki kesamaan kompetensi. Apalagi, sudah lama diketahui, guru juga menjadi korban sistem kapitalis yang terbelenggu dengan masalah lain (seperti ekonomi, dll), yang pastinya akan cukup terbebani untuk memampukan dirinya mengikuti perkembangan belajar siswa.
Keempat, berpotensi mengukuhkan konsep kapitalistik dalam tata kelola pelayanan publik. Seharusnya, negara memegang peran sentral dalam pemenuhan semua kebutuhan pendidikan. Namun, dengan kurikulum ini, beban tersebut akhirnya lebih banyak bertumpu pada guru dan sekolah.
Jika melihat kondisi di Indonesia, sejak ramainya narasi war on terorisme Barat seolah memastikan posisi negeri-negeri muslim berada di sampingnya. Sementara narasi terorisme yang diopinikan Barat tertuju pada Islam. Islam selalu diposisikan sebagai pihak inferior (tertuduh) hingga muncul gorengan radikalisme yang semakin menghantam Islam dan umat Islam.
Tak cukup hanya di situ, narasi moderasi kian digaungkan untuk memperkuat narasi deradikalisasi. Lagi-lagi yang dituju adalah ajaran Islam dan umat Islam. Indonesia sebagai negara mayoritas muslim begitu welcome merealisaaikan agenda Barat, salah satunya ide moderasi beragama. Ide ini masuk ke semua kalangan, tak terkecuali generasi Z. Sehingga arahan pada generasi agar mencintai budaya dan kearifan lokal ini bisa menjauhkannya dari Islam Kaffah. Wallahu a'lam bisshowab []

Tidak ada komentar:
Posting Komentar