Rabu, 13 Mei 2020

PEMERINTAH NAIKKAN IURAN BPJS KESEHATAN, SOLUTIFKAH?"


PEMERINTAH NAIKKAN IURAN BPJS KESEHATAN, SOLUTIFKAH?"

Oleh: Ummu Avicenna

Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Puan Maharani menyatakan kenaikan iuran BPJS Kesehatan akan berlaku mulai 1 September 2019. Sebelum diterapkan, kata Puan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) bakal menerbitkan peraturan presiden pada akhir bulan ini.  Setelah perpres terbit, Kementerian PMK akan menerbitkan aturan turunan berupa peraturan menteri koordinator PMK. Puan mengungkapkan kenaikan besaran iuran telah dibahas oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu) bersama Komisi IX dan Komisi XI DPR. Puan berharap dengan kenaikan iuran yang dibarengi oleh perbaikan manajemen, persoalan defisit yang diderita eks PT Asuransi Kesehatan itu bisa diatasi secara bertahap. Dengan demikian, perusahaan tak lagi bergantung kepada suntikan dana dari pemerintah. Lebih lanjut, Puan memastikan kenaikan iuran tidak akan membebani peserta PBI. Pasalnya, iuran tetap akan ditanggung oleh pemerintah.[1]
Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan merilis peraturan presiden (perpres) kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Rencananya, kenaikan iuran yang diatur dalam perpres tersebut akan mengacu pada usulan kenaikan yang sebelumnya disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani kepada Komisi XI DPR. Saat itu, Sri Mulyani mengusulkan iuran BJKN kelas Mandiri I naik 100 persen dari Rp80 ribu menjadi Rp160 ribu per peserta per bulan mulai 1 Januari 2020 mendatang. Lalu, iuran kelas Mandiri II naik dari Rp59 ribu menjadi Rp110 ribu per peserta per bulan. Kemudian, iuran kelas Mandiri III naik Rp16.500 dari Rp25.500 menjadi Rp42 ribu per peserta per bulan. Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo, usai rapat bersama Badan Anggaran (Banggar) DPR/MPR pada Rabu (28/8), menerangkan langkah kenaikan iuran BPJS Kesehatan benar-benar harus dilakukan.[2]
BPJS secara keseluruhan nampak seperti membebani masyarakat. Belum lagi rencana kenaikan iuran dan keharusan seluruh masyarakat terdaftar sebagai anggota BPJS Kesehatan mulai tahun 2019. BPJS adalah sebuah lembaga swasta yang ditunjuk pemerintah untuk menyelenggarakan jaminan kesehatan seluruh rakyat Indonesia. Jika kita perhatikan lebih jauh, BPJS tidak ubahnya seperti praktik asuransi konvensional. Hanya saja BPJS merupakan lembaga swasta yang mendapat izin resmi  dari pemerintah untuk melakukan asuransi kesehatannya bagi seluruh rakyat Indonesia, sedangkan asuransi konvensional harus bekerja keras untuk mendapatkan pelanggannya sendiri.
Orang-orang yang mendukung terhadap kehadiran BPJS mengatakan bahwa, BPJS telah menolong jutaan rakyat miskin di Indonesia untuk mendapatkan jaminan kesehatan secara gratis dari negara. Agaknya pendapat tersebut perlu ditarik kembali, fakta bahwa pemerintah tidak ikut andil sedikit pun dalam BPJS kecuali sebagai regulator saja serta adanya sejumlah premi yang harus dibayar setiap bulannya oleh beberapa golongan masyarakat menunjukkan bahwa negara sama sekali tidak menjamin kesehatan rakyat manapun.

A.    FAKTA BPJS
1.      Ada sejumlah penyakit tak lagi ditanggung, dikarenakan terjadi defisit
Penyakit seperti jantung, gagal ginjal, kanker, stroke, sirosis hati, thalassemia, leukimia, dan hemofilia adalah jenis penyakit katastropik . Penyakit ini tidak bisa ditanggung dengan BPJS karena BPJS mengalami defisit yang diperkirakan  Rp 9 triliun pada saat ini. Kepala Humas BPJS Kesehatan Nopi Hidayat menegaskan BPJS masih menanggung pengobatan untuk biaya delapan penyakit tersebut sesuai dengan regulasi pemerintah. Dia pun menegaskan bahwa sampai dengan saat ini, BPJS Kesehatan tetap menjamin ke-8 penyakit tersebut sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh regulasi pemerintah.
2.      Defisit BPJS besar, akhirnya membuat banyak tanggungan
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, mengatakan membengkaknya tagihan terjadi akibat dari banyaknya jenis pengobatan. "Berbagai macam apa yang disebut coveragenya yang semakin banyak memang berimplikasi pada jumlah tagihan yang meningkat," jelasnya. Menteri Sri Mulyani menambahkan pemerintah tetap akan mengupayakan agar masyarakat mendapat pelayanan optimal. "Secara singkat kita akan melakukan review dan terus memberikan jaminan bahawa BPJS tidak boleh menjadi satu isu atau kendala bagi masyarakat mendapat kesehatan secara baik," tandasnya.
3.      Tambal defisit dari dana hasil cukai
Cukai rokok ternyata digunakan untuk menyuntik dana ke BPJS Kesehatan untuk digunakan sebagai operasional BPJS ke depannya. Suntikan dana ini telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 87 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Aset Jaminan Sosial Kesehatan.
Selain dari cukai rokok dan bantuan dari pemerintah daerah, BPJS Ketenagakerjaan juga turut dilibatkan untuk mengatasi defisit dengan ikut mengindentifikasi dan menanggung klaim para pekerja yang ikut menjadi tanggungan-nya apabila terjadi masalah kesehatan imbas dari risiko pekerjaan yang dialami.
4.      Penyebab defisit sulit hilang terjadi akibat adanya penipuan
Wakil Ketua Komisi IX DPR Saleh Daulay menilai, defisit yang melanda BPJS Kesehatan memiliki banyak faktor. Menurutnya, salah satu penyebab defisit itu adalah masih adanya penipuan dalam pelayanan kesehatan. Ada banyak pembengkakan pembayaran akibat adanya penipuan tersebut.
"Semestinya, BPJS itu hanya membayar sedikit, karena fraud akhirnya bayarnya banyak. Fraud ini dilakukan oleh banyak pihak, mulai dari petugas BPJS, petugas medis, pihak rumah sakit, bahkan juga oleh masyarakat. Ini yang mesti diselesaikan oleh BPJS terlebih dahulu," katanya.
Selain itu, dilihat dari defisit diakibatkan oleh banyaknya carut-marut dalam penanganan BPJS akhirnya masuk kelingkaran setan dan lagi-lagi rakyat yang di rugikan.
Selain itu, faktor lain yang menyebabkan defisit adalah tidak seimbangnya antara cakupan pelayanan yang harus disediakan oleh BPJS dengan nilai iuran yang menjadi kewajiban peserta.
Dari ke-empat kekacauan di atas membuktikan bahwa pemerintah hari ini benar-benar lepas tangan dalam mengurusi kesehatan. Setidaknya ada dua kesalahan besar di dalamnya, yakni :
a. Mengalihkan tanggung jawab negara dalam soal kesehatan kepada rakyat
b. Memaksa rakyat ikut asuransi kesehatan dan memberikan sanksi bagi yang telat
Keduanya sudah jelas diharamkan oleh Islam dan rakyat yang lagi-lagi malah dirugikan[3]
Adapun sejumlah orang yang merasakan manfaat BPJS Kesehatan, jelas tidak dapat menegasikan fakta buruk ini. Bahkan itu hanyalah manfaat semu. Manfaat di atas penderitaan orang lain, yang bersusah payah membayar premi tapi belum tentu butuh dan saat butuh belum tentu mendapatkan pelayanan kesehatan. Bahkan BPJS Kesehatan sebenarnya tidak pernah bermaksud memberikan manfaat secara tulus. Yang ada hanyalah, publik dijadikan objek bisnis. Inilah fakta pelayanan kesehatan sistem politik demokrasi, cerminan kerusakan dan kegagalan peradaban barat sekuler.


B.     PELAYANAN KESEHATAN ADALAH HAK SETIAP WARGA NEGARA
Hampir di semua negara sepakat, WHO juga mengatakan bahwa kesehatan itu adalah hak asasi dari warga tiap negara. Negara mempunyai kewajiban dan menjamin kesehatan warganya. Masyarakat butuh kemakmuran ekonomi dan kenyamanan dalam mengakses berbagai fasilitas layanan kesehatan.
Meskipun pertumbuhan luar biasa dalam kekayaan dan sumber daya di bawah Kapitalisme, ketidak nyamanan kesehatan terus menghantui individu dan negara di seluruh dunia, termasuk Indonesia. di Amerika, negara kapitalis terkaya di dunia, krisis kesehatan pun terus meningkat selama bertahun-tahun.
Dalam negara kapitalis, negara tidak mempunyai kewajiban untuk menjamin kesehatan. Karena itu, kewajiban menjamin kesehatan, pendidikan, keamanan, serta kebutuhan dasar rakyat yang lain ini harus ditanggung sendiri oleh rakyat. Bisa ditanggung sendiri oleh rakyat, atau dengan bergotong royong sesama mereka. Inilah akar permasalahan BPJS yang lahir dari pemikiran kapitalisme.
Berbeda dengan Islam, dalam Islam jaminan kesehatan itu wajib hukumnya diberikan oleh negara kepada seluruh rakyatnya (kaya mapun miskin) secara gratis, tanpa membebani apalagi memaksa rakyat untuk membayar. Negara islam yang menjadikan aqidah islam sebagai landasan bernegara akan memberikan layanan gratis dari sumber pendapatan negara, seperti sumber daya alam yang dikelola langsung oleh negara.[4]

C.    BPJS BUKAN SOLUSI UNTUK MENGATASI PROBLEM PELAYANAN KESEHATAN UMAT.
Secara fundamental melalui kebijakan di atas telah mengubah kewajiban negara dalam memberikan jaminan sosial menjadi kewajiban rakyat, serta mengubah jaminan sosial menjadi asuransi sosial. Padahal makna ‘jaminan sosial’ jelas berbeda sama sekali dengan ‘asuransi sosial’. Padahal jaminan sosial adalah kewajiban Pemerintah dan merupakan hak rakyat, sedangkan dalam asuransi sosial, rakyat sebagai peserta harus membayar premi sendiri. Itu artinya rakyat harus melindungi dirinya sendiri. Pada jaminan sosial, pelayanan kesehatan diberikan sebagai hak dengan tidak membedakan usia dan penyakit yang diderita, sedangkan pada asuransi sosial peserta yang ikut dibatasi baik dari segi usia, profesi maupun penyakit yang diderita. Disamping itu, akad dalam asuransi termasuk akad batil dan diharamkan oleh syariat Islam.
Rakyat kategori miskin bukan mendapatkan kesehatan secara gratis dari negara melainkan dari rakyat lain yang telah membayar premi dengan besaran yang telah ditetapkan. Di sini jelas rakyat yang membayar premi tidak sedang melakukan praktik tolong menolong atau gotong royong (ta’awun), tapi suatu pemaksaan belaka.  Jika memang BPJS berprinsipkan ta’awun maka harus bersifat suka rela, tidak ditentukan besarannya.
MUI pernah mengharamkan BPJS dengan alasan-alasan yang digunakan untuk mengharamkan asuransi konvensional (at ta`miin), yaitu adanya unsur gharar (ketidakpastian, uncertainty), riba (bunga), dan maisir (judi/spekulasi). Jika kita telaah haramnya asuransi konvensional, yaitu akadnya yang memang tak sesuai syariah, bukan sekadar karena adanya gharar, riba, dan maisir. dari segi ketidaksesuaiannya dengan hukum Islam mengenai jaminan kesehatan seluruh rakyat secara gratis oleh Negara, dalam hal ini Negara belum hadir untuk memberikan jaminan kesehatan secara adil dan merata.
Islam memiliki sistem politiknya sendiri yang memiliki ciri-ciri negara yang mengatur semua lapisan kehidupan termasuk sistem sosial, ekonomi dan hukum. Sistem ekonomi Islam adalah satu-satunya solusi yang sesuai fitrah manusia. Ini adalah satu-satunya solusi komprehensif untuk masalah ketidakamanan kesehatan.
Maka kita butuh sistem yang sukses, bukan sistem gagal, dimana warga miskin ditinggalkan negara, berpotensi kehilangan kemampuan mereka untuk mengakses berbagai kemudahan di berbagai layanan dalam hidup karena penyakit atau bayang-bayang kematian karena gagal mengakses layanan kesehatan.

D.    PELAYANAN KESEHATAN KHILAFAH MODEL TERBAIK
Peradaban Islam telah memberikan tinta emas dalam perjalanan kehidupan manusia dalam berbagai aspek. Kemajuan ilmu pengetahuan hingga kesejahteraan masyarakat turut menjadi catatan gemilang ketika peradaban Islam tegak di muka bumi ini. Peradaban Islam tersebut adalah masa dimana Islam menjadi pedoman dalam segala lini kehidupan rakyat dengan kesempurnaan aturan yang ada di dalamnya dan tegak dalam satu institusi politik Khilafah Islamiyyah.
Kegemilangan ini bukan muncul karena kebetulan atau isapan jempol belaka apalagi hanya retorika semata. Namun itu salah satu hikmah dan rahmat yang Allah jaminkan ketika setiap aturan diterapkan secara utuh tanpa memilah-milih. Sebagaimana ada kaidah yang mengatakan bahwa setiap ada syariah, maka pasti akan ada maslahat. Itulah kemudian yang menjadikan Khilafah Islamiyyah secara imani dan alami akan memberikan keterjaminan berkah dan maslahat bagi kehidupan manusia, dan termasuk di dalamnya kesejahteraan.

Berbeda dengan pelayanan kesehatan khilafah. Ia adalah pelayanan kesehatan terbaik sepanjang masa, dilingkupi atmosfir kemanusiaan yang begitu sempurna. Hal ini karena negara hadir sebagai penerap syariat Islam secara kaaffah, termasuk yang bertanggung jawab langsung dan sepenuhnya terhadap pemenuhan hajat pelayanan kesehatan gratis berkualitas terbaik setup individu publik.

Sebab Rasulullah swt telah menegaskan yang artinya,” “Imam(Khalifah) yang menjadi pemimpin manusia, adalah (laksana) penggembala. Dan hanya dialah yang bertanggungjawab terhadap (urusan) rakyatnya.” (HR Al- Bukhari). Artinya, haram negara hanya berfungsi sebagai regulator dan fasilitator, apapun alasannya.

Tidak seorangpun yang datang ke rumah sakit pada zaman kekhilafahan kecuali pulang dengan rasa terhormat dan perasaan bahagia. Sebab, semua diberi pelayanan terbaik hingga yang berpura-pura sakit sekalipun. Di setiap kota, termasuk kota kecil, terdapat rumah sakit, berikut dengan tenaga kesehatan (dokter, perawat, bidan, dan lain-lain) berkualitas lagi memadai, berikut peralatan medis dan obat-obatan. Bahkan disediakan rumah sakit berjalan, dipenuhi berbagai obat dan peralatan medis serta para dokter dan tenaga medis lainnya. Di bawa sejumlah unta mendatangi orang-orang yang beruzur untuk datang ke rumah sakit.[5]

Tenaga kesehatan secara teratur diuji kompetensinya. Dokter Kekhalifahan menguji setiap tabib agar mereka hanya mengobati sesuai dengan pendidikan atau keahliannya. Mereka harus diperankan sebagai konsultan kesehatan dan bukan orang yang sok mampu mengatasi segala penyakit. Ini adalah sisi hulu untuk mencegah penyakit sehingga beban sisi hilir dalam pengobatan jauh lebih ringan.
Sumbangsih peradaban Islam mengenai pelayanan kesehatan begitu besar. Sebagai salah satu bukti, rumah sakit yang pertama kali dibangun di dunia adalah oleh orang muslim. Pelayanan kesehatan melalui Rumah Sakit yang dalam bahasa Persia disebut Bymaristan ini menjadi garda depan di saat bangsa-bangsa Barat sedang dalam masa keterpurukan.[6]
Negara membangun rumah sakit di hampir semua kota di seantero Khilafah Islam. Bahkan pada tahun 800 M di Bagdad sudah dibangun rumah sakit jiwa yang pertama di dunia. Sebelumnya pasien jiwa hanya diisolasi dan paling jauh dicoba diterapi dengan ruqyah. Rumah-rumah sakit ini bahkan menjadi favorit para pelancong asing yang ingin mencicipi sedikit kemewahan tanpa biaya, karena seluruh rumah sakit di dalam Khilafah Islam ini bebas biaya.[7]
Dr. Raghib As-Sirjani dalam buku “al-Qishshah al-Thibbiyyah fî al-Hadhârah al-Islâmiyyah” (2009: 77-82) menyebutkan data sangat penting terkait masalah ini. Rumah Sakit Islam pertama kali dibangun sejak abad pertama Hijriah di masa Kekhilafaan Umawiyah. Tepatnya, pada masa kepemimpinan Walid bin Abdul Malik (86-96 H). Lembaga ini menangani pelayanan orang yang sakit kusta. Masih banyak pelayanan kesehatan yang terbaik lainnya sepanjang masa kekhilafahan Islam yang terukir tinta sejarah.
Dari catatan sejarah di atas, kita melihat bahwa ketika Penguasa benar-benar menerapkan aturan Allah SWT, barulah saat itu masyarakat akan benar-benar berkembang dan berhasil. Namun, penting untuk diingat bahwa kemajuan materi tidak menyamakan dengan kesuksesan sejati – mencari keridhaan Allah SWT.
Inilah fakta pelayanan kesehatan Khilafah yang diukir oleh tinta emas sejarah peradaban Islam. Model pelayanan kesehatan terbaik, buah penerapan sistem kehidupan Islam, penerapan Islam secara kaafah dalam bingkai Khilafah. Sebagai janji yang pasti dari Allah swt yang ditegaskan dalam QS Al-Anbiya ayat 107, artinya, “Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam.”


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cenna dan Limfoma

   13 Sya'ban 1436H - 12 Sya'ban 1445H Hari ahad kliwon 13 Sya'ban 1436 H atau 31 Mei 2015 anak pertama ku Muhammad Avicenna Suj...