PEMERINTAH NAIKKAN IURAN BPJS KESEHATAN,
SOLUTIFKAH?"
Oleh: Ummu Avicenna
Menteri
Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Puan Maharani menyatakan kenaikan iuran BPJS Kesehatan akan berlaku mulai 1 September 2019. Sebelum
diterapkan, kata Puan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) bakal menerbitkan peraturan presiden pada akhir bulan
ini. Setelah perpres terbit, Kementerian PMK akan menerbitkan aturan
turunan berupa peraturan menteri koordinator PMK. Puan mengungkapkan kenaikan
besaran iuran telah dibahas oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu) bersama Komisi
IX dan Komisi XI DPR. Puan berharap dengan kenaikan iuran yang dibarengi oleh
perbaikan manajemen, persoalan defisit yang diderita eks PT Asuransi Kesehatan
itu bisa diatasi secara bertahap. Dengan demikian, perusahaan tak lagi
bergantung kepada suntikan dana dari pemerintah. Lebih lanjut, Puan memastikan
kenaikan iuran tidak akan membebani peserta PBI. Pasalnya, iuran tetap akan
ditanggung oleh pemerintah.[1]
BPJS secara keseluruhan nampak seperti
membebani masyarakat. Belum lagi rencana kenaikan iuran dan keharusan seluruh
masyarakat terdaftar sebagai anggota BPJS Kesehatan mulai tahun 2019. BPJS
adalah sebuah lembaga swasta yang ditunjuk pemerintah untuk menyelenggarakan
jaminan kesehatan seluruh rakyat Indonesia. Jika kita perhatikan lebih jauh,
BPJS tidak ubahnya seperti praktik asuransi konvensional. Hanya saja BPJS
merupakan lembaga swasta yang mendapat izin resmi dari pemerintah untuk
melakukan asuransi kesehatannya bagi seluruh rakyat Indonesia, sedangkan
asuransi konvensional harus bekerja keras untuk mendapatkan pelanggannya
sendiri.
Orang-orang yang mendukung terhadap
kehadiran BPJS mengatakan bahwa, BPJS telah menolong jutaan rakyat miskin di
Indonesia untuk mendapatkan jaminan kesehatan secara gratis dari negara.
Agaknya pendapat tersebut perlu ditarik kembali, fakta bahwa pemerintah tidak
ikut andil sedikit pun dalam BPJS kecuali sebagai regulator saja serta adanya
sejumlah premi yang harus dibayar setiap bulannya oleh beberapa golongan
masyarakat menunjukkan bahwa negara sama sekali tidak menjamin kesehatan rakyat
manapun.
A.
FAKTA BPJS
1.
Ada
sejumlah penyakit tak lagi ditanggung, dikarenakan terjadi defisit
Penyakit seperti
jantung, gagal ginjal, kanker, stroke, sirosis hati, thalassemia, leukimia, dan
hemofilia adalah jenis penyakit katastropik . Penyakit ini tidak bisa
ditanggung dengan BPJS karena BPJS mengalami defisit yang diperkirakan Rp
9 triliun pada saat ini. Kepala Humas BPJS Kesehatan Nopi Hidayat menegaskan
BPJS masih menanggung pengobatan untuk biaya delapan penyakit tersebut sesuai
dengan regulasi pemerintah. Dia pun menegaskan
bahwa sampai dengan saat ini, BPJS Kesehatan tetap menjamin ke-8 penyakit
tersebut sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh regulasi pemerintah.
2.
Defisit
BPJS besar, akhirnya membuat banyak tanggungan
Menteri Keuangan, Sri
Mulyani Indrawati, mengatakan membengkaknya tagihan terjadi akibat dari
banyaknya jenis pengobatan. "Berbagai macam apa yang disebut
coveragenya yang semakin banyak memang berimplikasi pada jumlah tagihan yang
meningkat," jelasnya. Menteri Sri Mulyani menambahkan pemerintah tetap
akan mengupayakan agar masyarakat mendapat pelayanan optimal. "Secara
singkat kita akan melakukan review dan terus memberikan jaminan bahawa BPJS
tidak boleh menjadi satu isu atau kendala bagi masyarakat mendapat kesehatan
secara baik," tandasnya.
3.
Tambal
defisit dari dana hasil cukai
Cukai rokok ternyata
digunakan untuk menyuntik dana ke BPJS Kesehatan untuk digunakan sebagai
operasional BPJS ke depannya. Suntikan dana ini telah diatur dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 87 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Aset Jaminan Sosial
Kesehatan.
Selain dari cukai
rokok dan bantuan dari pemerintah daerah, BPJS Ketenagakerjaan juga turut
dilibatkan untuk mengatasi defisit dengan ikut mengindentifikasi dan menanggung
klaim para pekerja yang ikut menjadi tanggungan-nya apabila terjadi masalah
kesehatan imbas dari risiko pekerjaan yang dialami.
4.
Penyebab
defisit sulit hilang terjadi akibat adanya penipuan
Wakil Ketua Komisi IX
DPR Saleh Daulay menilai, defisit yang melanda BPJS Kesehatan memiliki banyak faktor.
Menurutnya, salah satu penyebab defisit itu adalah masih adanya penipuan dalam
pelayanan kesehatan. Ada banyak pembengkakan pembayaran akibat adanya penipuan
tersebut.
"Semestinya,
BPJS itu hanya membayar sedikit, karena fraud akhirnya bayarnya banyak. Fraud
ini dilakukan oleh banyak pihak, mulai dari petugas BPJS, petugas medis, pihak
rumah sakit, bahkan juga oleh masyarakat. Ini yang mesti diselesaikan oleh BPJS
terlebih dahulu," katanya.
Selain itu, dilihat
dari defisit diakibatkan oleh banyaknya carut-marut dalam penanganan BPJS
akhirnya masuk kelingkaran setan dan lagi-lagi rakyat yang di rugikan.
Selain itu, faktor
lain yang menyebabkan defisit adalah tidak seimbangnya antara cakupan pelayanan
yang harus disediakan oleh BPJS dengan nilai iuran yang menjadi kewajiban
peserta.
Dari ke-empat kekacauan di atas membuktikan bahwa
pemerintah hari ini benar-benar lepas tangan dalam mengurusi kesehatan.
Setidaknya ada dua kesalahan besar di dalamnya, yakni :
a. Mengalihkan tanggung jawab negara dalam soal kesehatan
kepada rakyat
b. Memaksa rakyat ikut asuransi kesehatan dan memberikan
sanksi bagi yang telat
Keduanya sudah jelas diharamkan oleh Islam dan rakyat yang lagi-lagi malah dirugikan[3]
Keduanya sudah jelas diharamkan oleh Islam dan rakyat yang lagi-lagi malah dirugikan[3]
Adapun
sejumlah orang yang merasakan manfaat BPJS Kesehatan, jelas tidak dapat
menegasikan fakta buruk ini. Bahkan itu hanyalah manfaat semu. Manfaat di atas
penderitaan orang lain, yang bersusah payah membayar premi tapi belum tentu
butuh dan saat butuh belum tentu mendapatkan pelayanan kesehatan. Bahkan BPJS
Kesehatan sebenarnya tidak pernah bermaksud memberikan manfaat secara
tulus. Yang ada hanyalah, publik dijadikan objek
bisnis. Inilah fakta pelayanan kesehatan sistem politik
demokrasi, cerminan kerusakan dan kegagalan peradaban barat sekuler.
B.
PELAYANAN KESEHATAN
ADALAH HAK SETIAP WARGA NEGARA
Hampir di semua negara sepakat, WHO juga mengatakan bahwa
kesehatan itu adalah hak asasi dari warga tiap negara. Negara mempunyai
kewajiban dan menjamin kesehatan warganya. Masyarakat butuh kemakmuran ekonomi dan
kenyamanan dalam mengakses berbagai fasilitas layanan kesehatan.
Meskipun
pertumbuhan luar biasa dalam kekayaan dan sumber daya di bawah Kapitalisme,
ketidak nyamanan kesehatan terus menghantui individu dan negara di seluruh
dunia, termasuk Indonesia. di Amerika, negara kapitalis terkaya di dunia,
krisis kesehatan pun terus meningkat selama bertahun-tahun.
Dalam
negara kapitalis, negara tidak mempunyai kewajiban untuk menjamin kesehatan.
Karena itu, kewajiban menjamin kesehatan, pendidikan, keamanan, serta kebutuhan
dasar rakyat yang lain ini harus ditanggung sendiri oleh rakyat. Bisa
ditanggung sendiri oleh rakyat, atau dengan bergotong royong sesama mereka.
Inilah akar permasalahan BPJS yang lahir dari pemikiran kapitalisme.
Berbeda dengan
Islam, dalam Islam jaminan kesehatan itu wajib hukumnya diberikan oleh negara
kepada seluruh rakyatnya (kaya mapun miskin) secara gratis, tanpa membebani
apalagi memaksa rakyat untuk membayar. Negara islam yang menjadikan aqidah
islam sebagai landasan bernegara akan memberikan layanan gratis dari sumber
pendapatan negara, seperti sumber daya alam yang dikelola langsung oleh negara.[4]
C.
BPJS BUKAN
SOLUSI UNTUK MENGATASI PROBLEM PELAYANAN KESEHATAN UMAT.
Secara
fundamental melalui kebijakan di atas telah mengubah kewajiban negara dalam
memberikan jaminan sosial menjadi kewajiban rakyat, serta mengubah jaminan
sosial menjadi asuransi sosial. Padahal makna ‘jaminan sosial’ jelas berbeda
sama sekali dengan ‘asuransi sosial’. Padahal jaminan sosial adalah kewajiban
Pemerintah dan merupakan hak rakyat, sedangkan dalam asuransi sosial, rakyat
sebagai peserta harus membayar premi sendiri. Itu artinya rakyat harus
melindungi dirinya sendiri. Pada jaminan sosial, pelayanan kesehatan diberikan
sebagai hak dengan tidak membedakan usia dan penyakit yang diderita, sedangkan
pada asuransi sosial peserta yang ikut dibatasi baik dari segi usia, profesi
maupun penyakit yang diderita. Disamping itu, akad dalam asuransi termasuk akad
batil dan diharamkan oleh syariat Islam.
Rakyat kategori
miskin bukan mendapatkan kesehatan secara gratis dari negara melainkan dari
rakyat lain yang telah membayar premi dengan besaran yang telah ditetapkan. Di
sini jelas rakyat yang membayar premi tidak sedang melakukan praktik tolong
menolong atau gotong royong (ta’awun), tapi suatu pemaksaan belaka. Jika
memang BPJS berprinsipkan ta’awun maka harus bersifat suka rela, tidak
ditentukan besarannya.
MUI pernah
mengharamkan BPJS dengan alasan-alasan yang digunakan untuk mengharamkan
asuransi konvensional (at ta`miin), yaitu adanya unsur gharar (ketidakpastian,
uncertainty), riba (bunga), dan maisir (judi/spekulasi). Jika kita telaah
haramnya asuransi konvensional, yaitu akadnya yang memang tak sesuai syariah,
bukan sekadar karena adanya gharar, riba, dan maisir. dari segi
ketidaksesuaiannya dengan hukum Islam mengenai jaminan kesehatan seluruh rakyat
secara gratis oleh Negara, dalam hal ini Negara belum hadir untuk memberikan
jaminan kesehatan secara adil dan merata.
Islam memiliki
sistem politiknya sendiri yang memiliki ciri-ciri negara yang mengatur semua
lapisan kehidupan termasuk sistem sosial, ekonomi dan hukum. Sistem ekonomi
Islam adalah satu-satunya solusi yang sesuai fitrah manusia. Ini adalah
satu-satunya solusi komprehensif untuk masalah ketidakamanan kesehatan.
Maka kita butuh
sistem yang sukses, bukan sistem gagal, dimana warga miskin ditinggalkan
negara, berpotensi kehilangan kemampuan mereka untuk mengakses berbagai
kemudahan di berbagai layanan dalam hidup karena penyakit atau bayang-bayang
kematian karena gagal mengakses layanan kesehatan.
D.
PELAYANAN KESEHATAN KHILAFAH MODEL TERBAIK
Peradaban Islam
telah memberikan tinta emas dalam perjalanan kehidupan manusia dalam berbagai
aspek. Kemajuan ilmu pengetahuan hingga kesejahteraan masyarakat turut menjadi
catatan gemilang ketika peradaban Islam tegak di muka bumi ini. Peradaban Islam
tersebut adalah masa dimana Islam menjadi pedoman dalam segala lini kehidupan
rakyat dengan kesempurnaan aturan yang ada di dalamnya dan tegak dalam satu
institusi politik Khilafah Islamiyyah.
Kegemilangan ini
bukan muncul karena kebetulan atau isapan jempol belaka apalagi hanya retorika
semata. Namun itu salah satu hikmah dan rahmat yang Allah jaminkan ketika
setiap aturan diterapkan secara utuh tanpa memilah-milih. Sebagaimana ada
kaidah yang mengatakan bahwa setiap ada syariah, maka pasti akan ada maslahat.
Itulah kemudian yang menjadikan Khilafah Islamiyyah secara imani dan alami akan
memberikan keterjaminan berkah dan maslahat bagi kehidupan manusia, dan
termasuk di dalamnya kesejahteraan.
Berbeda
dengan pelayanan kesehatan khilafah. Ia adalah pelayanan kesehatan terbaik
sepanjang masa, dilingkupi atmosfir kemanusiaan yang begitu sempurna. Hal ini
karena negara hadir sebagai penerap syariat Islam secara kaaffah, termasuk yang
bertanggung jawab langsung dan sepenuhnya terhadap pemenuhan hajat pelayanan
kesehatan gratis berkualitas terbaik setup individu publik.
Sebab
Rasulullah swt telah menegaskan yang artinya,” “Imam(Khalifah) yang menjadi
pemimpin manusia, adalah (laksana) penggembala. Dan hanya dialah yang
bertanggungjawab terhadap (urusan) rakyatnya.” (HR Al- Bukhari).
Artinya, haram negara hanya
berfungsi sebagai regulator dan fasilitator, apapun alasannya.
Tidak
seorangpun yang datang ke rumah sakit pada zaman kekhilafahan kecuali pulang
dengan rasa terhormat dan perasaan bahagia. Sebab, semua diberi pelayanan
terbaik hingga yang berpura-pura sakit sekalipun. Di setiap kota, termasuk kota
kecil, terdapat rumah sakit, berikut dengan tenaga kesehatan (dokter, perawat,
bidan, dan lain-lain) berkualitas lagi memadai, berikut peralatan medis dan
obat-obatan. Bahkan disediakan rumah sakit berjalan, dipenuhi berbagai obat dan
peralatan medis serta para dokter dan tenaga medis lainnya. Di bawa sejumlah
unta mendatangi orang-orang yang beruzur untuk datang ke rumah sakit.[5]
Tenaga kesehatan secara teratur diuji kompetensinya.
Dokter Kekhalifahan menguji setiap tabib agar mereka hanya mengobati sesuai
dengan pendidikan atau keahliannya. Mereka harus diperankan sebagai konsultan
kesehatan dan bukan orang yang sok mampu mengatasi segala penyakit. Ini adalah
sisi hulu untuk mencegah penyakit sehingga beban sisi hilir dalam pengobatan
jauh lebih ringan.
Sumbangsih peradaban Islam
mengenai pelayanan kesehatan begitu besar. Sebagai salah satu bukti, rumah sakit
yang pertama kali dibangun di dunia adalah oleh orang muslim. Pelayanan
kesehatan melalui Rumah Sakit yang dalam bahasa Persia disebut Bymaristan ini
menjadi garda depan di saat bangsa-bangsa Barat sedang dalam masa keterpurukan.[6]
Negara membangun rumah sakit di hampir semua kota di
seantero Khilafah Islam. Bahkan pada tahun 800 M di Bagdad sudah dibangun rumah
sakit jiwa yang pertama di dunia. Sebelumnya pasien jiwa hanya diisolasi dan
paling jauh dicoba diterapi dengan ruqyah. Rumah-rumah sakit ini bahkan menjadi
favorit para pelancong asing yang ingin mencicipi sedikit kemewahan tanpa
biaya, karena seluruh rumah sakit di dalam Khilafah Islam ini bebas biaya.[7]
Dr.
Raghib As-Sirjani dalam buku “al-Qishshah al-Thibbiyyah fî al-Hadhârah
al-Islâmiyyah” (2009: 77-82) menyebutkan data sangat penting terkait
masalah ini. Rumah Sakit Islam pertama kali dibangun sejak abad pertama Hijriah
di masa Kekhilafaan Umawiyah. Tepatnya, pada masa kepemimpinan Walid bin Abdul
Malik (86-96 H). Lembaga ini menangani pelayanan orang yang sakit kusta. Masih
banyak pelayanan kesehatan yang terbaik lainnya sepanjang masa kekhilafahan
Islam yang terukir tinta sejarah.
Dari catatan sejarah di atas, kita melihat bahwa
ketika Penguasa benar-benar menerapkan aturan Allah SWT, barulah saat itu
masyarakat akan benar-benar berkembang dan berhasil. Namun, penting untuk
diingat bahwa kemajuan materi tidak menyamakan dengan kesuksesan sejati –
mencari keridhaan Allah SWT.
Inilah fakta pelayanan kesehatan Khilafah yang diukir
oleh tinta emas sejarah peradaban Islam. Model pelayanan kesehatan terbaik,
buah penerapan sistem kehidupan Islam, penerapan Islam secara kaafah dalam
bingkai Khilafah. Sebagai janji yang pasti dari Allah swt yang ditegaskan dalam
QS Al-Anbiya ayat 107, artinya, “Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad)
melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar